[caption caption="sumber gambar: muslim.or.id"][/caption]
Minggu ketiga: Terinspirasi lagu
MERENUNGI AHOK
Ahok memang anomali. Ia memang ketidaknormalan, penyimpangan dari normal, kelainan (KBBI). Ia berani melawan arus, menjungkirbalikkan kemapanan, dan membuat gerah siapa saja yang melihatnya. Semoga fenomena Ahok menegaskan teori Thomas S. Kuhn. Ahok adalah bencana sekaligus keberuntungan (anugerah). Bencana yang membuat “kebakaran jenggot” bagi orang yang tidak sehaluan, yang suka berkutat pada kemandekan, kemapanan, zona nyaman dan status quo. Anugerah atau Keberuntungan bagi orang-orang yang mau maju, berubah, “move on”, berpikir optimis, positif, merevolusi mentalnya.
“Gara-gara Ahok, logika menjadi dungu, DPR menjadi ‘kampungan’,” kata Asaaro Lahagu.*)
“Masak, keimanan saya berkurang gara-gara pilih Ahok?” kata Sholehudin Abdul Aziz. **)
“Jika mengaku ada beking di belakang teman Ahok, sama saja tidak percaya Jokowi,” teriak Biyanca Kenlim dari Hongkong. ***)
Mike Reyssent mengatakan, “Pilkada DKI yang masih setahun lagi, sudah mulai panas membara, terlebih sejak Ahok memutuskan maju pilkada DKI lewat jalur independen, karena didukung oleh komunitas Teman Ahok. Jangan menyangkal, jika keputusan Ahok maju sebagai calon indenpenden, sudah membuat merah muka orang parpol”. ****)
Dan yang super kenthir, Arke, bilang, “Beberapa Kompasianer ini ngaku nggak mungkin memilih Ahok [101% SARA]”. *****)
Merenungi Ahok memang harus benar-benar “telanjang” dan suci lahir maupun batin. Sebelum bicara memang perlu ditengok ke dalam nurani apakah biacara kita itu netral, “asbun”, “salmong”, atau baik-tidak, perlu-tidak, beri manfaat-tidak?