Mohon tunggu...
Teha Sugiyo
Teha Sugiyo Mohon Tunggu... Guru - mea culpa, mea maxima culpa

guru dan pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berani Tampil Beda

17 Februari 2016   17:48 Diperbarui: 17 Februari 2016   18:01 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="berani menjadi bintang. sumber: www.pernikdunia.com"][/caption]

Sore yang cerah di sebuah pantai yang indah. Seorang nelayan tua memunguti sesuatu di tepi pantai, lalu melemparkannya ke laut. Kegiatan itu dilakukannya sampai matahari terbenam. Ternyata lelaki tua itu memunguti bintang-bintang laut yang terdampar di pantai, kemudian melemparkannya kembali ke dalam air laut. Pekerjaan ini sudah dilakukannya sepanjang usianya menjadi seorang nelayan.

Seorang pemuda datang dan memperhatikan perilakunya. Menyaksikan pekerjaan yang nampaknya sia-sia, pemuda itu menyapa, “Selamat sore Pak! Apa gunanya Bapak melakukan ini semua?”

Sambil tersenyum ramah, nelayan tua itu menjawab, “Saya melemparkan bintang-bintang laut ini kembali ke laut. Kalau saya tidak melakukannya, mereka akan mati kekurangan oksigen!”

“Saya mengerti”, jawab pemuda itu, “ namun ada ribuan bintang laut yang tiap hari terdampar di pantai ini. Mustahil Bapak dapat memunguti semuanya. Bukankah ini perbuatan yang sia-sia? Bapak tidak membuat perbedaan apa pun!”

Sejenak menatap wajah anak muda, lelaki tua itu tersenyum. Lalu ia kembali meneruskan kegiatannya, memunguti bintang laut dan melemparkannya ke laut. “Anak muda, buatlah perbedaan untuk yang satu ini!” katanya mantap.

Ini hanyalah sekelumit kisah kehidupan yang dapat terjadi dalam berbagai situasi dengan berbagai kemasan. Ada banyak kegiatan yang kita anggap remeh, kecil, sepele, ternyata memberikan dampak yang begitu besar. Ibaratnya mencemplungkan batu kecil ke sebuah telaga. Air dalam telaga itu akan beriak, bergelombang, makin lama makin membesar. Sesungguhnyalah  tanpa disadari, kita sering bersikap seperti pemuda tadi: negatif, pesimis, cemas, dan sebangsanya. Saat diminta untuk melakukan sesuatu yang baru, kita sering menolak. Bukan karena tidak mampu, namun karena sudah stereotip, negatif, pesimis, cemas dan sejenisnya.

Saat dituntut untuk berubah, kita menganggap akan sia-sia. Padahal belum sedikit pun kita melakukannya. Inilah yang disebut sebagai kecemasan berlebihan. Sekilas nampaknya sepele, namun ada penelitian yang dilakukan oleh Dr. Charles Mayo dari klinik Mayo yang terkenal itu bahwa jumlah orang yang mati karena bekerja lebih sedikit dibanding orang yang mati karena cemas. Uniknya 40% orang mencemaskan hal-hal yang belum terjadi, 30% mencemaskan hal yang sudah terjadi dan sisanya mencemaskan hal yang aneh-aneh.

Biasanya, orang menjadi cemas karena tidak fokus pada apa yang seharusnya dikerjakannya, sehingga hal-hal yang di luar jangkauannya pun dipikirkannya. Jadi, memang lebih baik jika kita kembali fokus pada apa yang kita kerjakan saat ini. Kalau pun ingin melakukan perubahan besar, lakukanlah melalui apa yang kita kerjakan saat ini. Kalau tidak ya sudah, cemaskan saja hal yang sia-sia!

Langkah seribu kilometer itu baru bisa terjadi jika langkah pertama dimulai. Para pebisnis sukses, orang-orang yang berhasil, semuanya dimulai dari hal kecil. Pemilik perusahaan di tempat saya  pernah bekerja, memulai usahanya dari toko batik kecil nyempil di pinggir kota dengan karyawan hanya 8 orang. Kini telah berkembang menjadi 80 cabang dengan jumlah karyawan lebih dari 10.000 orang.

Berani tampil beda, sekalipun orang lain mencaci maki, menghina atau bahkan melecehkannya. Ketika Bunda Teresa menolong orang-orang miskin yang menderita dan mati di pinggir jalan banyak orang menganggapnya perbuatan gila dan sia-sia.  Namun berkat keikhlasannya, perbuatan yang dipandang sebelah mata itu akhirnya menghasilkan nobel perdamaian. Seseornag yang saya kenal, dia berkali-kali ditipu dan dimanfaatkan orang lain  karena perbuatan baiknya, saat ditanya, “Apakah kapok berbuat baik?” Dengan enteng dia menjawab, “Tidak, teruslah berbuat baik!” Inilah yang membedakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun