Mohon tunggu...
Teha Sugiyo
Teha Sugiyo Mohon Tunggu... Guru - mea culpa, mea maxima culpa

guru dan pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Jam Tangan dari Teman Tersayang

6 Januari 2020   06:30 Diperbarui: 6 Januari 2020   07:08 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surat-surat yang Tak Terkirimkan (5)

Yani,

Cynthia Vereza Dalimunte adalah nama yang terlalu bagus untuk dikenang. Pertama kali  kau kenalan dengannya saat kau di SMP. Sebagai anak baru Cynthia terlalu ambisius bagi teman-teman sekelasnya. Ia tidak banyak disukai teman-teman karena terkesan sombong. Padahal dugaan mereka itu tidak benar.

Ketika kau bersobat dengannya, kau langsung akrab. Setelah dua bulan sobatan, ketika Cynthia bermalam di rumah orangtuamu, dia berkisah tentang perjalanan hidupnya. Ia sangat sedih kala ayahnya tewas dalam kecelakaan pesawat terbang. Ayahnya memang seorang pilot. 

Sejak ayahnya tiada ia tinggal bersama tantenya, adik ayahnya, - dan pindah ke Bandung. Mamanya menikah lagi, dan sejak itu kedua orangtuanya tak pernah memperhatikan Cynthia. Kesibukan tantenya pun membuat ia tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang-orang yang seharusnya memperhatikannya. Cynthia merasa hidupnya hampa.

Di Bandung, tantenya punya 3 orang anak, seorang di antaranya bernama Widya, sekelas dengan Cynthia di sebuah SMP Swasta terkenal. Di keluarga itu tinggal pula seorang saudara lain, lelaki, bernama Budi. Budi inilah yang dipercaya mengantarkan ke mana keperluan keluarga, termasuk tante dan anak-anaknya, juga Cynthia, jika memang diperlukan.  

Kedekatan Cynthia dengan Budi membuat kedua insan itu menjalin hubungan asmara. Tiga bulan berpacaran dengan Budi ternyata Cynthia menemukan gelagat tak baik pada diri Budi. Ternyata Budi berpacaran juga dengan Widya. Cynthia mengetahui hal ini dari pengakuan Widya sendiri. Tentu saja, hati Cynthia hancur berkeping. Tiada lagi orang tempat berlindung. Meski ia berusaha melupakannya, namun karena masih tinggal serumah, sulit juga.

Suatu hari diselenggarakan lomba renang antar-SMP se-Kodya Bandung. Dari sekolahmu, ternyata dikirm 3 orang peserta, dan salah satu di antaranya adalah Cynthia, karena duia memang hobi renang. Kau sangat bangga ketika mendengar bahwa Cynthia memenangkan perlombaan itu. Bahkan sekolah pun ikut bangga kepadanya, sehingga teman-teman yang tadinya menjauh, kini mulai dekat dan menyukainya. 

Kegembiraan Cynthia ini ingin dibagikannya kepada ibunya. Dia pun menelpon ke Jakarta dan mengabarkan kepada ibunya, tapi sayang... sang ibu tak menanggapinya dengan antusias, bahkan dingin dan acuh-tak-acuh. Cynthia pun lunglai, sedih.

Sebagai seorang sahabat kau berusaha menghiburnya, dan mengajaknya jalan-jalan sore (JJS) ke Bandung Indah Plaza (BIP). Ketika sedang makan di Texas Fried Chicken, tiba-tiba kau memergoki mama Widya, yang juga tante Cynthia sedang berjalan begitu mesra dengan Budi, sang sopir pribadi. 

Cynthia nampak kaget dan terpukul sekali. Hatinya tambah remuk, sebab dia katakan kepadamu bahwa Cynthia telah menyerahkan segalanya kepada Budi. Ternyata Budi adalah lelaki Don Juan. Sejak itu Cynthia kehilangan pegangan dan tanpa sepengetahuanmu, dia terjerumus ke dalam obat-obat terlarang.

Meski kau berusaha menasihati sekuat tenaga untuk tidak berbuat yang merugikan diri sendiri maupun orang lain, toh Cynthia punya jalan sendiri. Kau menemukan pil shabu-shabu di lemari pakaian dan di tempat pensilnya. Meski demikian kau tetap mengagumi bahwa Cynthia tetap mampu menjuarai perlombaan renang, walau tanpa dukungan keluarga.

Tiga tahun kalian bersobat sewaktu di SMP, lalu di SMA pun kalian masih bersobat pula,  dan sepanjang masa itu kau senantiasa mengingatkan Cynthia agar tidak mengkonsumsi barang haram itu. Toh kau dapat mendengar bahwa koleksi pialanya semakin bertambah.

Selepas SMA sekitar 3 tahun kau mulai jarang ketemu Cynthia. Suatu hari  Tuhan mempertemukan kalian di tenmpat kos di Jalan Cihampelas. Cynthia masih tidak berubah, tetap bersemangat dan energik. Kau tahu dia masih mengkonsumsi obat-obat terlarang itu. 

Apalagi kini dia tidak tinggal bersama tante lagi. Ia tinggal di rumah kos yang membuat dirinya lebih bebas. Kau dengar dari pengakuannya, setiap kali Cynthia  mendapat uang dari kejuaraan renang ia pakai untuk mentraktir teman-teman, dan mungkin juga untuk membeli obat-obat terlarang itu.

Esoknya di bermalam di rumah orangtuamu selama seminggu. Kau gembira menerimanya. Kalian dapat saling menumpahkan kerinduan, sambil tak habis-habisnya kau menasihati Cynthia agar tetap sabar dan coba menghilangkan kebiasaan buruknya.. Setelah itu selama dua minggu Cynthia sibuk mempersiapkan kejuaraan renang antar SLA, karena dia diminta untuk mewakili  sekolahnya dulu.

Suatu hari Cynthia menelponmu dan mengabarkan bahwa dia berhasil menjuarai  perlombaan renang di Hotel Horizon. Dai mendapatkan piala, uang dan jam tangan merk Gucci yang cukup mahal harganya. Semua yang dia dapatkan diperlihatkannya kepadamu. Kalian pun merayakan kemenangan Cynthia bersama teman-teman. 

Usai perayaan itu kau singgah di tempat kosnya, lalu dia menuliskan di buku Diarymu, "Janganlah lupa sembahyang dan berbuat baik pada semua orang. Sebab, hanya kaulah seorang yang merupakan sahabat baik yang selama ini memahami dan membantuku".

Tanpa kau duga, Cynthia lalu menyerahkan jam tangan Gucci dan sebuah payung kepadamu. Kau terbengong, sebelum mengucapkan terima kasih. Kau tanyakan, kenapa tidak kau serahkan kepada adik tirimu saja. Dia bilang, anak itu tidak akan mengerti hadiah, sebab dia masih bayi. Sejak itu kau merencanakan untuk mengajak Cynthia berenang di Cipaku minggu depan. 

Sayang minggu depan itu tak pernah ada, sebab kau tak lagi bertemua dengan Cynthia sampai  6 bulan lamanya kau kehilangan jejak, tak tahu ke mana Cynthia pergi. Di rumah kos tidak ada, di rumah tantenya pun tidak ada, sebab tantenya sudah pindah ke Jakarta.

Saat itu kau benar-benar sedih dan tak tahu harus mencari ke mana. Akhirnya, lewat Dewi, seorang mahasiswi sekampus, kau mendengar bahwa Dewi merasa sangat kasihan kepada Cynthia. "Soalnya," kata Dewi kepadamu, "Cynthia tewas karena memotong urat nadi di tangannya..." 

Bagai disambar petir di siang bolong, kau kaget mendengar pengakuan Dewi. Kau pun bingung harus menghubungi siapa dan ke mana. Tantenya sudah pindah, sedangkan orangtuanya di Jakarta, tidak kau aketahui  di mana alamatnya.

Tinggallah kau sendirian dalam kebingungan, kepedihan dan penyesalan. Toh dalam hati kau mendesiskan doa, Semoga  semua amal dan ibadah Cynthia diterima di sisi Allah. Satu hal yang tetap menjadi kenangan abadi  bagimu, yaitu jam  tangan  merk Gucci itu.

Yani,  menurut pengakuan Katie Leicht, Hidup ini bukan tentang mengumpulkan nilai. Bukan tentang berapa banyak orang yang meneleponmu dan juga bukan tentang siapa pacarmu, bekas pacarmu atau orang yang belum kau pacari. Bukan tentang siapa yang telah kau cium, olah raga apa yang kau mainkan, atau pemuda atau gadis mana yang menyukaimu. 

Bukan tentang sepatumu atau rambutmu atau warna kulitmu atau tempat tinggalmu atau sekolahmu. Bahkan juga bukan tentang nilai-nilai ujianmu, uang, baju, atau perguruan tinggi yang menerimamu atau yang tidak menerimamu. Hidup ini bukan tentang apakah kau memiliki banyak teman, atau apakah kau seorang diri, dan bukan tentang apakah kau diterima atau tidak diterima oleh lingkunganmu. Hidup bukanlah tentang itu....

Namun, hidup ini adalah tentang  siapa yang kau cintai dan kau sakiti. Tentang bagaimana perasaanmu tentang dirimu sendiri. Tentang kepercayaan, kebahagiaan, dan welas asih. Hidup adalah tentang menghindari rasa cemburu, mengatasi rasa tak peduli, dan membina kepercayaan. Tentang apa yang kau katakan dan yang kau maksudkan. Tentang menghargai orang apa adanya dan bukan karena apa yang dimilikinya. 

Dan yang terpenting, hidup ini adalah  tentang memilih untuk menggunakan hidupmu untuk menyentuh hidup orang lain dengan cara yang tak bisa digantikan dengan cara lain. Hidup adalah tentang pilihan-pilihan itu...

Bahkan Hanna Ivanhoe, 15 th  mencatat bahwa yang terpenting dalam hidup kita ini  adalah cara kita saling memperlakukan satu sama lain.

Dari kisahmu yang begitu menyentuh, tentunya dapat kukatakan, bahwa kepedulianmu terhadap orang lain, sikap welas asih dan dapat dipercaya, itulah kekuatanmu, Yan. 

Saya yakin jika hal itu kau tingkatkan atau paling tidak kau pertahankan, kau pasti akan merasakan kebahagiaan dalam hidup ini, karena kau benar-benar menghayati makna kehidupan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun