Mohon tunggu...
Teha Sugiyo
Teha Sugiyo Mohon Tunggu... Guru - mea culpa, mea maxima culpa

guru dan pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pendengar yang Baik

5 Januari 2020   06:00 Diperbarui: 5 Januari 2020   06:10 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: meramuda.com

Surat-surat yang Tak Terkirimkan (4)

Silvy,

Lisa, sahabatmu bisa dikatakan datang bukan dari keluarga yang harmonis. Ayahnya telah meninggal karena sakit. Ibunya bekerja di sebuah perusahaan kecil, sebagai tenaga administrasi.

Setamat SMA, Lisa bekerja sebagai Sales Promotion Girl (SPG) pada salah satu Departemen Store yang cukup terkenal di kota Bandung.  Bersamaan dengan itu pula, ia menjalin hubungan kasih dengan seorang pemuda yang masih kuliah di Fakultas Teknik.

Suatu hari dia dialihtugaskan ke Cirebon. Cirebon merupakan kota pertamanya dia berkelana. Di sana dia tinggal di sebuah rumah kontrakan yang tempatnya tak jauh dari tempat kerjanya. Dalam menjalani hari-harinya di Cirebon, dia rajut hubungan cinta dengan kekasihnya penuh  sayang.

Kasih sayang mana tak pernah dia dapatkan dari keluarganya.  Itulah sebabnya ia begitu yakin dan percaya kepada kekasihnya sehingga ia pun memasrahkan diri hanya untuk kekasihnya. Hubungan cinta itu pun diakhiri dengan pernikahan tanpa sepengetahuan orang tua dari kedua belah pihak, dan hanya disaksikan oleh teman-teman sekerja saja.

Suatu hari ia memeriksakan diri ke dokter, dan ternyata dokter menyatakan dia positif hamil. Blar! Terasa disambar geledek Lisa mendengar pernyataan dokter. Lisa bingung dan cemas. Masalahnya perusahaan yang mempekerjakan dia memiliki peraturan bahwa selama 2 tahun bekerja sebagai SPG, karyawati tidak diperkenankan hamil.

Kebingungan Lisa semakin memuncak, manakala dia menyadari bahwa orangtuanya sendiri belum tahu kalau dia sudah menikah. Bagaimana pertanggung-jawaban pada keluarga?

Hari itu juga, ketika dia tahu positif hamil, ia pun menghubungi suaminya supaya datang ke Cirebon. Begitu banyak yang dia perdebatkan dengan suami. Antara keinginan memelihara sang jabang bayi dan rasa takut berkepanjangan karena telah berbuat salah. Suaminya sendiri menunjukkan gelagat yang kurang bertanggung jawab.

Berkali-kali ia menyarankan agar kandungan itu digugurkan saja. Akhirnya, antara ketakutan di-phk baik oleh tempat kerja maupun suaminya, juga rasa bersalah berkepanjangan, dia pun ambil jalan pintas. Dengan segala cara meski harus menanggung sakit dan derita berkepanjangan hingga kini, ia pun menggugurkan kandungannya.

Ternyata persoalan belum juga selesai meski ia telah menggugurkan kandungannya. Suaminya tidak lagi memperhatikannya, bahkan pertengkaran demi pertengkaran senantiasa terjadi jika mereka berkumpul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun