Mohon tunggu...
Sugih SatrioW
Sugih SatrioW Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Candu Gadget, Daya Serap dan Ujaran Tak Berkualitas

3 Desember 2017   11:11 Diperbarui: 3 Desember 2017   11:40 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pernah saya temui beberapa orang tua yang memilih untuk tidak memiliki televisi di rumahnya. Alasannya agar anak mereka tidak terkontaminasi oleh produk buruk yang dihasilkan oleh televisi. "Informasi bisa didapat dari mana saja", tegasnya memberikan alasan. Namun sekarang sumber kecanduan itu tidak hanya berasal dari televisi saja. Gadget yang hampir setiap anak muda pasti memilikinya merupakan candu yang begitu amat terasa. 

Tak lengkap rasanya jika tangan jauh dari handphone. Perasaan gelisah tekadang timbul. Diawal tadi, kenapa saya bilang candu ? Karena kejadian fake personal menjadi menarik untuk diperhatikan. Merubah diri ini menjadi pesona yang disukai netizen luas sambil menanti seberapa banyak jumlah like dari followers. Kajian ilmu psikologi pernah mengatakan hal ini sebagai gejala menyakiti diri sendiri.

Daya Serap Membaca

Membaca seharusnya bisa lebih mudah dengan adanya gadget. seharusnya. Akan tetapi hiburan didunia maya terlalu seru untuk ditinggalkan dan tentunya begitu merugi jika ketinggalan. Fenomena ini membuat daya serap dalam membaca menjadi tumpul. Kesukaan reader budiman sekarang ini adalah tulisan yang berbau konten penasaran dan terkadang merupakan hal tidak penting. 

Tulisan bertajuk "5 hal curhatan Raffi Ahmad" pasti lebih disukai dan lebih banyak pembacanya dari pada tulisan berjenis konsep pemikiran, teori sebuah kejadian dan jenis tulisan lain yang biasanya dianggap 'terlalu berat'. Lihat saja hal yang Trending dan Viral hari ini, semuanya mengenai hal nyeleneh.

Ujaran Tak Berkualitas

Media massa heboh dengan ujaran kebencian dan berbagai serangan bersifat kontekstual lainnya yang menyudutkan. Setiap orang dengan bebasnya bisa mengatakan pendapatnya tanpa landasan yang jelas. Tak ada yang salah sebenarnya, jika disampaikan dengan santun. Bukankah norma sosial itu yang selalu kita jadikan penarik wisatawan luar ? Indonesia sebagai bangsa yang ramah dan elok rupanya. 

Teringat ketika Deddy Corbuzier pernah meradang karena saat memposting gambar bersama anaknya, salah satu netizen berkomentar kalau muka anak Deddy seperti hewan yang tidak bisa saya sebutkan disini. Seakan lempar batu sembunyi tangan. Banyaknya ujaran sampah ini sejujurnya sudah membuat muak bagi saya yang sering berselancar di dunia digital. 

Saya berpikir, bisa jadi fenomena ini disebabkan karena tidak adanya kemauan membaca bahan literasi yang lebih berkualitas. Sudah minat baca kita rendah, sekalinya membaca, hal yang dibaca adalah buku-buku berbau 'baper'. Gimana mau membuat perubahan, adu pendapat saja mungkin sudah keteteran.

Melihat Kedepan

Bangsa ini didirikan oleh orang-orang besar yang berpengaruh di republik ini. Bahan bacaan mereka lebih luas lagi tentang dunia dan segala masalahnya. Teman akrab mereka adalah konsep pemikiran tokoh Eropa, teori ilmuwan bersejarah dan dasar hukum mengatur peradaban manusia serta hal besar lainnya yang mereka ingin dapatkan ilmunya dan terapkan dalam membangun bangsa yang masih rapuh pada masa itu. Mereka jelas tidak hanya membaca kisah romantisme anak muda yang tidak sengaja bertemu dan lalu bertatap muka saat bertabrakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun