Sungguh miris, sengkarutnya dunia Pendidikan kita, ketika heboh plagiarism di blog kesayangan kita Gurusiana, sebagai guru benar-benar speechless. Secara terang benderang ada yang salah dalam Pendidikan kita, seorang pendidik masih bisa malakukan plagiat. Tentu hal ini tidak terjadi ujug-ujug, tetapi karena pembiaran pelanggaran nilai-nilai yang terjadi bertahun-tahun hingga sesuatu yang salah dianggap wajar, lumrah.
Sekedar contoh kecil ketika melaksanakan Penilaian yang sekarang lebih populer dengan istilah asesmen baik formatif maupun sumatif, ketahuan ada siswa yang menyontek, guru pura pura tidak tahu bahkan membiarkan tanpa menegurnya, maka lama kelamaan terjadi internalisasi nilai "menghalalkan segala cara." Hal ini kelak akan menjadi masalah ketika menjadi pejabat maupun aparat akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.
Kurikulum yang amat gemuk, tentu menjadi beban tersendiri bagi peserta didik yang kemampuan dan passionnya berbeda-beda diharuskan menelan asupan (dibaca: materi ajar) yang seragam. Sehingga sekolah tidak lagi menyenangkan, setiap mengikuti pemelajaran peserta didik mengalami stress, depresi bekepanjangan mengakibatkan tidak bisa konsentrasi, ketrserapan materi pun rendah.
Di sisi lain, Kepala Sekolah/Madrasah dituntut untuk menampilkan kinerjanya yang baik, salah satunya adalah Kenaikan/Kelulusan peserta didiknya yang maksimal sehingga menuntut gurunya untuk memberi nilai yang memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Muncullah budaya ngaji (ngarang biji) karena untuk mengamankan kebijakan Kepala Sekolah/Madrasah.
Menurut hemat penulis, ngaji tidak perlu dilakukan dengan catatan Sekolah/Madrasah berani mempertanggungjawabkan kepada para pihak, khususnya orangtua/wali perihal nilai yang selaras dengan penguasaan kompetensi yang dicapai peserta didik. Di sinilah kita mulai penguatan penanaman nilai-nilai karakter maupun kepribadian untuk pengembangan profil pelajar Pancasila yang sedang digaungkan kembali oleh pemerintah (Kemdikbudritek).
Semoga Kurikulum Merdeka dengan Implementasinya yang digulirkan pemerintah bisa menjadi solusi mengatasi permasalahan Pendidikan kita. Untuk diketahui Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum berbasis kompetensi untuk mendukung pemulihan pemelajaran dengan menerapkan pemelajaran berbasis proyek (Projeck Based Learning).
Sekolah diberi keleluasaan bagi peserta didik dan guru untuk merdeka belajar dalam mengembangkan kemampuan non-teknis (soft skills), berfokus pada materi esensial dan fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pemelajaran yang sesuai kemampuan peserta didik dan melakukan penyesuaian dengan konteks maupun muatan lokal. Baarakallah.
#keprihatinan sebagai guru
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H