Mohammad Ridho, anak tunggal dari keluarga sederhana di desa pinggiran kota. Kehidupan keluarga mereka amat sederhana, makan minum seadanya dan rumah pun asal bisa untuk berteduh dari teriknya matahari dan derasnya hujan. Walaupun keadaan keluarga sederhana, mereka hidup Bahagia saling menyayangi. Bahkan bisa dikata, Ridho anak semata wayang amat dimanja oleh orangtuanya terutama ibu.
Dalam kesehariannya Ridho belajar dari rumah karena pandemi sehingga amatlah dekat ibunya. Saat ini dia kelas 3 SD, masih kanak-kanak yang belum dikhitan. Masih suka bermanja-manja, mandi dimadikan, makan pun masih disuapi ibunya. Pendeknya anak ibu banget, kalau bermain pasti disusul ibunya jika jelang maghrib belum pulang.
Suatu hari ada PR yang harus dikerjakan namun HP-nya hank, gak bisa mengerjakan karena jawaban harus dikirim lewat WA. Ridho pun merengek minta dibelikan HP baru, ibunya menjanjikan nanti kalau ayahnya sudah dapat uang dari kerja proyek pada hari Sabtu. Namun dia mintanya sekarang dengan alasan untuk mengerjakan PR, karena permintaanya tidak dipenuhi maka diputuskan minggat dari rumah. Setelah berjalan agak jauh waktunya zuhur, Ridho merasakan haus dan lapar sedangkan dia gak bawa uang. Dia berdiri di hadapan penjual es dawet cendol, kelihatan kehausan. Paman penjual tersebut ternyata baik hati itu tanggap, setelah ditanya Ridho pun terus terang mengatakan haus tapi tidak punya uang. Paman itu memberi es dawet kepada Ridho yang langung meminumnya, sambil meneteskan air mata dia mengucapkan terima kasih berulang-ulang. "Saya hanya memberi kamu semangkuk es dawet, kamu mengucapkan terima kasih berulang-ulang. Sementara orangtuamu memberi makan tiap hari, sudahkah kamu mengucapkan terima kasih? Peristiwa ini jadikan pelajaran, pulanglah!" ucap paman penjual es dawet. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H