Oleh : Sugiharto
Poligamy adalah salah satu ajaran dalam Islam, yang membolehkan seseorang beristeri lebih dari satu.Dengan ketentuan harus memenuhi syarat yaitu berlaku adil, kuat secara ekonomi maupun fisik.Dalam sejarah ,orang yang pernah menjalankan praktek tersebut adalah Rasulullah SAW.Beliau melakukan polygamy, karena beberapa alas an, diantaranya untuk tujuan dakwah, melindungi anak-anak yatim dan menjaga kehormatan isteri-isteri sahabat yang gugur di medan perang.
Pada zaman sekarang, banyak orang yang melakukan praktek polygamy . Namun, karena niat dan motivasinya berbeda , maka yang terjadi adalah kegagalan.Kebanyakan dari mereka berdalih demi sunah Rasul . Akan tetapi, faktanya mereka hanya mengejar syahwat birahi dan tidak memenuhi syarat yang ada. Sehingga, apa yang menjadi tujuan utama polygamy, yaitu menyelamatkan tatanan social, hanya sampai pada pemenuhan kepentingan individual ( seksual ).
Sebagaimana pada kehidupan berumah tangga , dalam dunia politik, sebenarnya ada praktek `polygamy ` ( baca: koalisi ) yang biasanya dilakukan oleh partai berkuasa. Dengan berdalih demi kemajuan dan keutuhan bangsa, biasanya partai pemerintah mengajak partai lain untuk `berpoligamy `. Padahal, tujuan sesungguhnya adalah demi untuk melanggengkan kekuasaannya. Maka, sebagaimana tujuan polygamy dalam berumah tangga, yang ingin menyelamatkan tatanan social. Begitu pula, tujuan polygamy dalam ranah politik, seharusnya tidak hanya untuk melanggengkan kekuasaan, tetapi demi bangsa dannegara.Namun yang terjadi, di belahan bumi manapun, termasuk Indonesia, setiap partai yang berkuasa, manakala melakukan koalisi, maka tujuan utamanya adalah untuk melanggengkan kekuasaan.
Memang, kalau kita menyaksikan orang yang melakukan praktek polygamy, kelihatannya enak. Tapi, bagi orang yang menjalankannya sungguh tidak mudah. Terbukti banyak orang  yang gagal dalam menjalani hal tersebut . Begitu pula dalam polygamy politik , meskipun terlihat mesra dan harmonis antar partai politik yang berkoalisi, tetapi sesungguhnya mereka saling mencurigai dan `mencemburui` satu sama lain.Mereka yang tergabung dalam partai koalisi tidak mau dikurangi hak-haknya, tidak mau diperlakukan dengan tidak adil oleh `suami`( baca : partai berkuasa ) yang mengajaknya `berpoligamy ( berkoalisi ).Mereka  menuntut hak yang sama. Jadi, sesungguhnya polygamy dalam arti yang sebenarnya maupun dalam arti kiasan, sama sama memiliki potensi konflik. Namun, kalau polygamy dalam rumah tangga yang sebenarnya gagal ,maka hanya satu-dua keluarga yang tercera iberai. Akan tetapi, jika partai yang berkuasa , gagal dalam `berpoligamy`, maka yang akan rusak adalah tatanan bangsa dan negara. Maka,yang perlu diingat bahwa tujuan polygamy dalam kehidupan rumah tangga adalah untuk mensejahterakan keluarga dan menjadi jaring pengaman sosial. Sementara dalam ranah politik, `poligamy `bertujuan untuk kemajuan bangsa dan Negara.
Dalam melakukan polygamy, baik dalam arti sebenarnya maupun dalam arti kiasan, meskipun diperbolehkan, harus dengan pertimbangan akal pikiran yang matang. Melihat sisi manfaat dan mudaratnya.Bagi orang yang akan melakukan polygamy, ia harus berdialog dengan dirinya sendiri. Betulkah ia mampu berlaku adil, sudah mapankah kondisi ekonominya dan sanggupkah ia melayani nafkah batin terhadap istri-istrinya.Selain itu, ia juga harus bertanya jujur terhadap dirinya. Betulkah ia menikahi isteri lebih dari satu dengan niat karena Allah, untuk menyelamatkan anak-anak yatim yang  ditinggal ayahnya atau memuliakan janda tua yang dikhawatirkan menjadi hina dina karena tidak bisa mencari nafkah setelah ditinggal suaminya ataukah kita menikah lebih dari satu isteri hanya untuk melampiaskan nafsu atau merasa takut kalau dirinya dicemooh oleh teman-temannya, `kok kamu kalah sama kambing bandot sih.`
Begitu pula partai yang akan melakukan `polygamy politik` sebaiknya memiliki tekad yang kuat untuk membangun bangsa secara bersama-sama dengan partai lain.Bukan hanya berbagi jatah kursi menteri dan berbagai jabatan strategis yang bertujuan untuk memperkaya diri dan partainya. Bukan hanya sibuk mencari `kembalian modal` dan mengurusi tender di sana-sini. Bukan hanya menjadi pecundang. Bukan hanya menjadi koruptor yang berpikir kotor untuk mendapatkan uang kotor , lalu pergi ke tempat kotor dan di sana bermain kotor dengan teman-temannya yang juga sangat kotor.
Dalam polygamy politik, `para isteri` ( baca: partai yang tergabung dalam koalisi ) harus mendapatkan hak dan perlakuan yang sama dari `suami` ( baca: partai penguasa ) yang `menikahinya` Dengan, demikian tidak akan timbul gejolak . Selain itu, keluarga `bangsa` yang harmonis juga akan melahirkan generasi bangsa yang baik.Dengan demikian, semoga bangunan ``keluarga bangsa`  ini tidak berantakan karena kegagalan `polygamy.`
Sabtu dini hari, jam 01.42
Tgl.25 Juni 2011 Cluster Madani C-13
Pedurenan Jatiluhur Jatiasih Bekasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H