Jalan Setapak Asrama Keramat
:sugidi p
Perjalanan hidup adalah kumpulan-kumpulan peristiwa dari perjalanan kita dan kenakalan-kenakalan di masa lalu. Dulu, saat kau dan aku masih berkopyah putih, bersarung di tengah kerumunan santri, di tempat yang kita namai asrama keramat.
Ada satu waktu yang aku ingat, ketika kita menyeruput segelas kopi dan ngelinting tembakau kemenyan di balai asrama usai Bandongan dan Sorongan , bersenda gurau sambil bermimpi, dalam pembicaraan hangat.
Kemudian pagi beranjak menyapa sembari menatap langit yang sama pada bintang redup di ujung timur, kau berceloteh lirih “tak ada yang pasti dalam kisah saat ini dan nanti” ,katamu. Dan memang demikian, karena aku sudah memilih jalan hidup aku sendiri sebagai pendakwah puisi sedangkan kau memilih sebagai kyai.
Dan di bawah langit yang sama antara malam dan siang hingga langit cerah itu, antara kepulan linting tembakau, aku selalu melihat ada banyak pertanyaan tak berjeda yang kerap singgah untuk kita selesaikan.
Di sana masih banyak persoalan yang mesti kita eja. Namun aku tak pernah paham kalau ternyata persoalan itu tentang dirimu. Ah, kiranya dulu aku pandai menghafal kitab dan pandai berdoa dengan fasih, atau engkau mau berkata, mungkin aku bisa menyelesaikan persoalan tentang pedihmu, kesendiriamu dan tentang kisah kita berteman yang tak kan usia.
Dan inilah yang harus aku hadapi sebagai seorang yang berjibaku dalam pikiran puisi yang terlalu lama aku genggam erat hingga berisi berbagai macam persoalan dan pertanyaan yang harus aku selesaikan, namun kemana lagi puisi-puisiku jika aku berhenti, sedangkan engkau seorang kyai.
Biarlah kita saling mengisi dalam satu tujuan yang sama, meski jalan hidup kita berbeda. Aku akan berlanjut dalam perenungan panjangku.