HANOI. Â Duta Besar Republik Indonesia untuk Viet Nam di Hanoi, menyebut Hanoi Viet Nam sebagai kota pribadi. Saya heran terhadap sebutan tersebut, maka saya berusaha mendalami kesesuaian pernyataan tersebut dengan kenyataan di lapangan.
Heran, karena mana mungkin Hanoi sebagai Ibukota Republik Sosialis Viet Nam, yang berpaham komunis, tidak menempatkan kepentingan partai dan negara di atas kepentingan pribadi?. Indonesia saja, sebagai negara demokratis terbesar ketiga setelah Amerika Serikat dan India, tetap meletakkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi.
Saya baru menyadari sedikit demi sedikit bahwa Hanoi memang kota pribadi, setelah melihat fakta di lapangan. Rupanya ini berkaitan erat dengan tujuan negara komunis ini, untuk membahagiakan warga negaranya. Sehingga apa saja yang membahagiakan warga negaranya sangat dihormati sepanjang tidak mengganggu kepentingan umum.
Dimulai dari papan pengumuman berbahasa Inggris di depan lift hotel, kurang lebih makna harfiahnya adalah "kamar hotel ini hanya boleh ditempati oleh orang-orang yang terdaftar di resepsionis, tetapi dapat dikecualikan setelah melapor ke resepsionis". Dengan demikian, maka hak pribadi sangat dihargai oleh pemerintah komunis demi membahagiakan warganya.
Keluar hotel, kita akan menjumpai jalan raya yang lebar dan teduh oleh pepohonan. Jalan terbagi atas trotoar kiri dan kanan jalan, yang ukurannya lebih lebar dari pada badan jalannya itu sendiri, sehingga membuat nyaman para pejalan kaki. Berbeda dengan di Indonesia, kendaraan di Viet Nam berjalan di sebelah kanan jalan, dengan kecepatan rendah di sepanjang ruas jalan. Mereka tidak ada yang tergesa-gesa sekalipun menjelang malam hari dan sedang hujan, kecepatan kendaraan sama saja, beriringan, teratur, hampir tidak ada salib menyalib. Ini menggambarkan penghargaan dan hubungan antar pribadi yang sangat baik. Pastinya tidak akan ditemui sumpah serapah antar pengendara di jalan raya.
Kota Hanoi memang tidak sepadat Kota Jakarta, rasanya tidak lebih besar dari Kota Malang. Namun berbeda dengan Malang yang berbukit-bukit, Kota Hanoi malahan berada di hamparan lembah dan memiliki beberapa danau yang luas, bersih dan asri. Di bulan Juli iklim tergolong musim panas, dengan suhu udara sekitar 32 derajat, membuat banyak penduduk melakukan aktivitas di lapangan dan taman di seputar danau.
Mereka beraktivitas sejak sore hingga jauh malam sampai ngantuk. Maklum rumah mereka umumnya berukuran kecil, bertingkat, dan tanpa penyejuk udara. Sehingga aktivitas di luar rumah malam hari hingga menjelang tidur sangat umum dilakukan warga Hanoi, tua dan muda, anak dan dewasa, pada musim panas. Tidak aneh, remaja putra dan putri dengan pakaian musim panas baru meluncur keluar rumah untuk mencari kesejukan udara malam mulai pukul 21.00 waktu setempat.
Jalan mengelilingi danau selalu lebih padat dari jalan lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa penduduk lebih banyak yang beraktivitas di seputar danau. Sebagian hanya sekedar berkendaraan mobil, motor, scooter, sepeda, beca, odong odong untuk mengelilingi danau dengan kecepatan rendah. Sebagian lagi, beraktivitas di seputar danau. Sebagian lainnya, berolah raga permainan, jalan kaki, berlari, dan senam. Ada pula yang duduk di kafe-kafe sederhana dengan kursi kecil dari plastik berbentuk bulat atau segi empat sambil menikmati minuman kopi robusta Viet Nam, yang ditaruh di atas kursi yang difungsikan sebagai meja kecil. Hebatnya, tanpa adanya pengamen maupun pengemis di antara warga Hanoi yang sedang menikmati kesenangan dan hobby masing-masing. Saya sempat mencicipi kopi robusta Vietnam campur susu, wow memang lezat.
Dunia maya Vietnam ternyata bebas sensor, pornografi internet dapat dibuka kapan saja dan oleh siapa saja sepanjang tersedia signal telekomunikasi. Dunia maya yang bebas sensor ini telah berdampak pada pergaulan bebas dan diikuti dengan aborsi sangat tinggi di Vietnam. Hotel klas melati sangat umum dikunjungi pasangan-pasangan muda Vietnam untuk bersenang-senang. Pastinya masyarakat tidak peduli, dan tentunya tidak akan ada laskar yang melakukan razia seperti di tanah air kita.
Dengan fakta-fakta di atas, Hanoi memang betul sebagai kota pribadi, dan kota yang terbukti mampu mengangkat kebahagiaan warganya, setidaknya kebahagiaan duniawi. Ini terukur dari indeks kebahagiaan penduduk Hanoi yang menduduki ranking ke 2 di dunia, imbuh Dubes Indonesia mengakhiri pembicaraan dengan penulis di sela-sela kunjungan  penulis di Kantor Kedutaan Besar Indonesia di Hanoi pada tanggal 6 Juli 2014. (S Sumas / sugiarto@sumas.biz /  08072014).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H