Mohon tunggu...
Sugiarti
Sugiarti Mohon Tunggu... Guru - Forget yesterday, don't waste this day for a better tomorrow. English Education Department. YF Class. 201712500596. Indraprasta PGRI University.

A housewife is a teacher. You are so special. The three stars of my life. ~Mom~

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Degradasi Akhlak dan Moral pada Remaja. Salah Siapa?

4 Juli 2020   16:09 Diperbarui: 8 Agustus 2020   20:02 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Remaja dan gadget. Bak dua sisi mata uang/sahabatguru.com

Pada era milenial saat ini semua serba digital. Apapun itu mudah untuk didapatkan. Memesan makanan, membeli pakaian, menonton tayangan film maupun musik serta hiburan lainnya bahkan untuk berbelanja sayuran pun dapat dilakukan hanya dengan menggunakan jari-jemari kita melalui gadget yang terkoneksi dengan internet.

Sadar atau tidak, hidup kita seolah-olah tidak lengkap kalau dalam sehari saja bahkan walaupun hanya satu jam saja tidak memegang gadget. Bangun tidur yang dicari gadget, sedang makan, gadget selalu menemani bahkan mau buang air kecil pun, tidak ketinggalan gadget. Gadget sangat berpengaruh besar dalam kehidupan kita. Tidak hanya orang dewasa, anak-anak pun bahkan balita zaman now sudah kecanduan dengan gadget, benda mungil yang membuat orang lupa diri dan waktu.

Pada saat ini perilaku mereka justru banyak terfokus dengan gadgetnya dibandingkan peduli dengan keadaan sekitarnya. Ketika mereka berinteraksi dengan gadgetnya tanpa mereka sadari mereka telah mengurangi sosialisasi dengan lingkungan yang ada di sekitarnya.

Dengan gadget yang terkoneksi internet kita dengan mudahnya mendapatkan informasi dan hiburan. Semua bisa diakses oleh siapapun. Hal inilah yang terkadang luput dari pantauan orang tua. Tidak semua berita dan hiburan yang terdapat di dunia maya tersebut baik untuk dikonsumsi anak-anak. 

Banyak juga berita maupun hiburan yang tidak sepatutnya menjadi konsumsi anak-anak di bawah umur. Remaja dengan segala rasa ingin tahunya yang cukup besar menjadi kaum yang paling mudah terdampak negatif dari gadget. Mereka adalah peniru yang handal. Apa yang mereka lihat bisa saja langsung mereka aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Seandainya yang mereka lihat adalah hal yang positif, itu sangat bagus, tapi bagaimana kalau yang mereka lihat adalah hal-hal yang tidak baik? Karena rasa ingin tahu mereka yang besar terkadang mengalahkan akal sehat mereka. Para remaja belum dapat memfilter diri mereka sendiri tentang hal yang baik dan buruk. 

Belum lama ini, pada awal Maret 2020 di Sawah Besar, Jakarta Pusat, kita dikejutkan oleh berita mengenai seorang remaja perempuan, sebut saja NF, gadis 15 tahun yang masih duduk di bangku SMP membunuh teman mainnya yang masih balita berusia 5 tahun yang merupakan tetangga dekat NF. Menurut pengakuan NF, hal ini dilakukan karena kesukaannya menonton film bergenre horor seperti film Chucky dan terinspirasi oleh tokoh The Slenderman. Ada dorongan yang sangat kuat dalam dirinya untuk membunuh.  

Dorongan itu muncul setiap saat. Dan pada hari naas itu, keinginan untuk membunuh tidak dapat dibendung lagi oleh remaja NF. Lalu terjadilah peristiwa kelam tersebut yang sangat mengejutkan jagat bumi pertiwi ini. 

Mayat korban disimpan oleh NF di dalam lemari. NF kemudian menyerahkan diri, mengakui perbuatannya tersebut dan dia merasa puas serta tidak menyesal sama sekali atas apa yang telah diperbuatnya. Yang lebih mengejutkan lagi ternyata NF merupakan korban kekerasan seksual oleh tiga orang terdekatnya dan tengah hamil 14 minggu pada saat kejadian pembunuhan tersebut.

Kalau sudah terjadi seperti  peristiwa di atas, siapakah yang patut disalahkan? Orang tua, lingkungan, atau penyedia layanan internet? Orang tua dan keluarga memegang peranan penting dalam hal ini. Sudah saatnya para orang tua memberi perhatian lebih  terhadap anak-anaknya. Beri batasan waktu kapan anak-anak bisa menggunakan gadget, selalu awasi mereka, ciptakan kebersamaan seperti: makan bersama keluarga, bercengkerama sesama anggota keluarga, atau melakukan aktivitas olahraga bersama. 

Para orang tua harus menanamkan nilai-nilai agama, moral dan etika kepada anak-anaknya sejak dini.  Memahami karakteristik jiwa anak, memberikan kasih sayang, menjadi motivator dan guru bagi anak-anaknya. Meningkatkan iman dan takwa dengan cara bersyukur, bersabar, dan beramal shaleh. Dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT , rajin beribadah, beramal shaleh, tentu akan membuat kita terhindarkan dari perbuatan yang tidak sesuai di jalan Allah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun