Mohon tunggu...
Joki Kuda
Joki Kuda Mohon Tunggu... -

Penerjemah lepas, lebih dari 15 karya terjemahan, tinggal dan bekerja sambil mengelola sebuah studio musik kecil di Kutoarjo.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi, Jangan Nyapres Biar Gak Banjir Nasional!

19 Januari 2014   11:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:41 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak bisa diterima akal sehat pernyataan seperti itu. Tapi, memang tidak dibutuhkan akal sehat, karena yang melontarkannya pun melakukannya dengan akal yang tidak waras alias sakaw. Apa hubungan nyapres dengan banjir yang sudah terjadi berpuluh-puluh bahkan mungkin beratus-ratus tahun di Jakarta? Sutiyoso gak nyapres, apa Jakarta bebas banjir? Selama AHLINYA (dari HONGKONG) yang sekarang sudah diekspor ke Jerman menjabat, apakah Jakarta bebas banjir? AHLI (KUBUR) kumisan ini juga gak nyapres, banjir juga.

Penyebab tradisional banjir sudah semua kita ketahui: curah hujan di atas normal dan daerah hulu yang tidak lagi mampu menampung limpasan air. Karena kesepakatan yang komprehensif tentang penanganan masalah banjir dengan penguasa wilayah hulu, seperti pembatasan pembangunan vila baru atau penghijauan kembali wilayah perbukitan dan normalisasi aliran sungai, sampai sekarang masih belum dicapai, ya banjir tetap menghantam. Pemprov yang sekarang sudah dan terus berusaha secara maksimal mengatasi permasalahan ini. Contohnya adalah normalisasi aliran sungai, pengerukan waduk seperti Pluit dan Ria-Rio, penyelesaian proyek kanal banjir barat dan timur, relokasi warga bantaran sungai, juga pembuatan biopori.

Itu semua belum cukup. Itu pun diakui. Yang kita tahu pemprov sekarang bekerja lebih serius dan giat dibanding pendahulu mereka. Dampak yang mereka berikan juga lebih nyata, banjir yang lebih cepat surut. Lainnya, memang belum banyak hal lain yang bisa dilakukan pemda kecuali memitigasi atau meminimalkan dampak bencana. Setidaknya sampai RAPBD disahkan menjadi APBD yang sebagian dananya akan digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur pengendalian banjir dan dampaknya. Itu kenyataan. Tetapi, politisi kampungan mana mau tahu dan menerima kenyataan?

Bagi mereka, banjir hanyalah senjata untuk menyerang pesaing politik. Banjir tidak mereka pandang sebagai sesuatu yang kausalitasnya dapat dijelaskan secara logis, yakni, curah hujan di atas normal dan daya tampung suatu kawasan terhadap limpasan air tidak lagi memadai. Bagi manusia-manusia berjiwa sakit seperti mereka, banjir terjadi karena seorang Jokowi nyapres. Akan tetapi, ini bisa dimaklumi, karena orang ini memandang segala sesuatu dengan satu mata (bukan mata fisik, ya), 20/0 bukan 20/20. Andai, pandangannya lengkap, tentu saja profesor (?) ini tidak akan berpendapat seperti itu, ataupun kalau ya, ia juga akan berefleksi: Beberapa bulan setelah presiden petahana berkuasa, ada gempa dan tsunami besar di Aceh, Simulue, Gunung Sitoli dan aneka jenis bencana fatal lainnya. Jadi, bisakah disimpulkan bencana itu terjadi karena Pesolek dari Cikeas jadi presiden?

Meski berseberangan secara politik (saya apolitik), saya tidak akan dengan bodoh membuat simpulan seperti itu: “Pesolek dari Cikeas-lah penyebab segala bencana nasional itu. Andai dia tidak terpilih sebagai presiden.” Sebaliknya, saya secara pribadi akan bersimpati, “Apa yang dapat saya lakukan untuk membantu Bapak, andai saya bisa?”

Jadi, Dradjad Wibowo, kesampingkan dulu birahi politik Anda kemudian bantu Pak Jokowi menyelesaikan masalah ini. Sebisa Anda. Meski itu hanya berupa menahan diri untuk tidak berkomentar bodoh seperti yang sudah Anda lontarkan. Nanti setelah semua selesai, bencana lewat, keadaan kembali normal, dan Jokowi memang mencalonkan diri sebagai presiden, Anda boleh mendukung jagoan Anda (Si Uban ya?) untuk berkompetisi secara sehat melawan Jokowi dan kandidat yang lain. Saya voor 2 deh untuk jago Anda.

PS: Salam kenal untuk Taxi Holiday dan klon-nya. Terus kritik tapi pakai logika ya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun