Wanita adalah sebutan untuk perempuan yang sudah dewasa. Perempuan yang masih muda atau perawan bolehlah kita sebut gadis. Atau cewek saja. Lantas, perempuan? Perempuan, hm, tidak ada kata yang sanggup menyederhanakan kerumitannya. Tidak ada syair yang mampu menguraikan kebersahajaannya. Fotografi yang katanya bersuara lebih dari seribu kata, ternyata hanya diam seribu bahasa membingkai perempuan dalam keabadian. Perempuan selalu menjadi obyek foto yang paling laris. Mari kita buka salah satu kamus produksi dalam negeri. Kamus membatasi perempuan sebagai [n] (1) orang (manusia) yg mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui. Kamus itu lupa mengatakan bahwa perempuan dikodekan oleh adanya dua kromosom X pada setiap inti sel diploidnya. Artinya bahwa setiap sel otak, otot, jantung dan hampir semua sel lainnya akan ditandai dengan sandi XX. Seluruh selnya adalah perempuan. Perempuan adalah keperempuanan dalam jiwa dan raganya. Pada tingkat sel, perempuan mewujud menjadi sel telur alias ovum, dan laki-laki menciut menjadi sel sperma. Sperma dan ovum adalah sel gamet. Berbeda dengan sel tubuh dewasa yang setiap selnya berisi 46 kromosom, maka sel gamet hanya memiliki separuhnya yaitu 23 kromosom. Yang lengkap disebut diploid (n = 2 x 23) maka yang separuh saja disebut haploid (n = 23). Hubungan seksual adalah salah satu cara untuk menyatukan 23 kromosom sperma ke dalam 23 kromosom ovum. Pembuahan ini membentuk zygot, miniatur manusia yang kromosomnya sudah pulih menjadi 46. Nah dari jumlah tersebut, 44 kromosom adalah 22 pasang kromosom autosom sedangkan dua sisanya adalah sepasang kromosom gonosom. Sepasang gonosom bisa berupa kromosom XX atau XY tergantung jenis kelaminnya. Kalau XX, janin itu akan kembali menjelma menjadi perempuan, jika XY dia akan menjadi laki-laki.
Selain berhubungan seksual, cara pembuahan lainnya adalah teknologi bayi tabung yang menyatukan kedua sel tersebut secara buatan dalam tabung reaksi. Untuk usaha yang jenius ini, Robert G Edwards, perintisnya sudah di ganjar hadiah nobel kedokteran Tahun 2010. Baik hubungan seks maupun teknologi bayi tabung masih membutuhkan kehadiran sel sperma laki-laki. Jelas bahwa impian kaum hawa memiliki anak-anak lucu dan menggemaskan itu hanya bisa terwujud dengan kehadiran seorang laki-laki. Itulah alasan kenapa laki-laki masih dibutuhkan seorang perempuan. Bisakah perempuan hidup tanpa laki-laki? Maksudnya bisakah dibayangkan kehidupan di dunia ini tanpa laki-laki? Jangan tanyakan ini pada seorang cewek yang baru diputusin cowoknya. Karena jawabannya mungkin ada pada filem korea yang digandrungi cewek. Atau dari syair lagu yang berkata " I can't live if living is without you....hik hik hik Lucu,bukan,bagaimana satu orang yg pergi bisa membuat seluruh dunia tampak begitu kosong?" (AFTER, Francis Chalifour) Jadi tanyakan saja kepada ahli kloning. Ian Wilnut. Severino Antinori. Atau Pavos Zavos. (Sebenarnya mereka semua laki-laki). Kloning adalah teknologi penggandaan individu secara identik. Kasarnya teknologi ini membuat zygot yang bukan dari pembuahan ovum oleh sperma. Sains sudah bisa membuktikan bahwa perempuan tidak perlu laki-laki untuk membuat keturunan. Perempuan mempunyai sel telur yang haploid dan sel tubuh yang genomnya diploid. Hebatnya lagi, perempuan mempunyai rahim! Ketiga hal itu adalah syarat mutlak dalam teknologi kloning yang telah melahirkan Eve, manusia pertama hasil kloning. Pada teknologi kloning, alih-alih menyatukan dua jenis sel yang masih 'separuh lengkap"kenapa tidak menggunakan sel yang sudah 'lengkap ' saja? Ambil sel telur perempuan, buang intinya yang haploid itu, lalu injeksikan inti sel dewasa yang kromosomnya sudah 46. Beri perlakuan khusus, maka jadilah zygot. Zygot kemudian melakukan tugasnya secara alami. Sesuai kodratnya, embrio itu akan membelah diri dan berdiferensiasi menjadi bermacam-macam sel yang dibutuhkan untuk membangun seorang perempuan. Itulah kloning. Jelas-jelas tidak perlu seorang laki-laki dalam proses ini kan? Lagipula tahukah Anda bahwa jenis kelamin default spesies manusia adalah perempuan? Semua manusia adalah perempuan pada tahap dini perkembangan janin. Pada perkembangan selanjutnya si kopilot kromosom y akan menutup pintu vaginanya dan mengubahnya menjadi penis. Nah, kelak si penis akan bernostalgia ke masa lalunya dengan mencari vagina lain dalam kehidupan nyatanya.
Menurut statistik 1990, dalam penduduk Indonesia terdapat 101 perempuan untuk 100 laki-laki. Jumlah perempuan masih dominan. Pada tahun 2010 ini, rasio seks tersebut terbalik, terdapat 100 perempuan untuk 101 laki-laki. Secara umum jumlah perempuan sebanding dengan laki-laki. Tapi kenapa pemerintahan dan penguasa kita didominasi laki-laki? Kenapa marga harus diturunkan dari laki-laki? Kenapa kebudayaan kita dipengaruhi kelaki-lakian? Biarkan hati nurani Anda yang menjawabnya. Tanpa laki-laki, perempuan bisa hidup kok. Sebaliknya, tanpa perempuan apakah laki-laki bisa hidup? Perhatikan fakta ini. Kehidupan digerakkan oleh sejumlah besar mesin-mesin renik di segenap sel tubuh kita yaitu mitokondria. Mitokondria memasok 90 persen energi kita dari proses redoks yang melibatkan perpindahan elektron kepada oksigen. Tidak seorang manusia pun bisa hidup tanpa mitokondria. Tapi tahukah Anda bahwa gen-gen yang membentuk mitokondria dalam setiap sel tubuh, kita warisi dari perempuan yang kita kita kenal sebagai ibu kita? Laki-laki tidak pernah menurunkan mitokondria kepada keturunannya. Karena mitokondria pasti diturunkan dari pihak ibu, maka silsilah dunia harusnya ditelusuri dari garis perempuan. Bukan laki-laki. Dan sains memang punya cabang ilmu khusus yaitu genealogi yang telah berhasil melacak evolusi manusia sampai kepada mitokondria Hawa di masa silam Afrika. Uff, kok jadi bicara biologi ya. Seakan-akan perempuan hanya dinilai dari fisiknya saja. Hehe mungkin karena ini penulisnya cowok dan sesuai kodrat cowok yang lebih dulu menilai cewek dari fisiknya saja. Kembali kepada judul: Wanita. Hai, wanita. Kamu memang dilahirkan sebagai perempuan. Butuh sedetik mengenalimu sebagai perempuan, tapi butuh waktu seumur hidup bagimu untuk menjadi seorang wanita bijaksana. Seumur hidup yang kamu habiskan sebagai gonta-ganti laki-laki atau sebagai pasangan setia seorang laki-laki. (Maaf, itu pilihan hidup). Seumur hidup yang kamu habiskan di depan cermin, mengamati-amati bahwa kamu bukan gadis barbie lagi. Atau seumur hidup di depan publik, membuktikan diri bahwa kamu sama kompetennya seperti laki-laki manapun. Seumur hidup menggoreskan luka demi luka dalam diarimu, atau seumur hidup berkomitmen memulihkan luka-luka diri. Seumur hidup tinggal dalam masa lalu, atau seumur hidup melangkah ke masa depan yang lebih berharga. Tetap menjadi sekedar berkromosom XX yang setiap hari menghitung mundur jam biologis ovumnya atau menjadi seorang wanita bijaksana yang mengayomi kehidupan orang lain. Itu juga pilihan. Apakah Anda memilih mengutuki dunia yang memang tidak pernah adil bagi perempuan atau bangkit dan membangun dunia yang lebih nyaman bagi laki-laki dan perempuan? Jawabannya berpulang kepada Anda. Hai wanita, banggalah kamu dilahirkan sebagai perempuan. Tapi jadilah lebih dari seorang perempuan.
Salam,
dari seorang pengagum perempuan
yang berkali-kali disakiti perempuan
tapi memilih untuk tidak terluka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H