[caption id="attachment_89153" align="aligncenter" width="370" caption="http://www.wellsphere.com/healthy-eating-article/american-heart-month-during-february/915292"][/caption]
Saya tidak sedang membicarakan Sudden Death, judul filem lawasnya Jean Claude Van Damme itu. Ada yang lebih serius dari sekadar sinema. Fakta bahwa seorang warga Amerika Serikat meninggal setiap dua menit karena henti jantung mendadak sudah cukup bagi kita untuk menaruh perhatian lebih serius. (http://associationdatabase.com/aws/SCAA/pt/sd/news_article/38525/_PARENT/layout_details/false . Tidak main-main, karena masalahnya dibawa ke dalam arena politik. Pada bulan Oktober 2008, Kongres Amerika Serikat menetapkan bulan Oktober sebagai 'Bulan Kesadaran Nasional terhadap Henti Jantung Mendadak'' (National Sudden Cardiac Arrest Awareness Month). Menurut data, jumlah kematian karena henti jantung mendadak lebih tinggi daripada gabungan jumlah kematian karena kanker dan HIV/AIDS. Karena itu menjadi henti jantung mendadak adalah pembunuh nomor satu di Amerika Serikat. (The American Heart Association - 2008) . Saya tidak mengetahui statistiknya untuk Indonesia. Kematian adalah berakhirnya fungsi biologi yang mempertahankan kehidupan. Kematian adalah fakta alam, bisa terjadi perlahan-lahan tapi bisa juga mendadak. Dalam dunia medis, tidak ada tempat bagi kematian karena usia tua. Usia yang uzur bukanlah penyebab langsung kematian. Seseorang mati karena suatu alasan, entah kita akhirnya kita bisa mengetahuinya atau tidak. Kematian mendadak bisa disebabkan banyak hal. Bisa karena tersumbatnya jalan nafas secara mendadak seperti pada kasus asfiksia (tercekik, tersedak) atau pada berhentinya fungsi jantung secara mendadak. Sudden cardiac arrest adalah istilah untuk berhentinya fungsi jantung dan pembuluh darah secara mendadak, yang jika tidak ditangani dalam hitungan menit bisa menyebabkan sudden cardiac death. Kita hidup karena masih ada oksigen yang mengalir sampai ke otak. Oksigen dan glukosa dibawa oleh sistem peredaran darah dengan mengandalkan fungsi pompa jantung. Panjang keseluruhan sistem peredaran darah pada orang dewasa adalah sekitar 60 ribu mil, dan jantung dengan denyutan 100 ribu kali per hati tanpa henti mendaur ulang darah ke seluruh tubuh termasuk otak. Begitu efesiennya, sehingga darah hanya perlu 20 detik untuk kembali ke titik semulanya. Itulah hebatnya jantung, mesin kehidupan yang tidak boleh berhenti itu. Hebatnya lagi, tenaga jantung sebesar itu hanya disediakan dari lima persen suplai darah total. Bila dengan sebab apapun jantung berhenti mendadak, dan suplai darah ke otak berhenti, kesadaran pun langsung runtuh ke titik terendah. Karena itulah setelah henti jantung, korbannya langsung jatuh tidak sadarkan diri. Kalau otak berhenti bekerja, maka pernafasan pun berhenti, karena pernafasan dikendalikan oleh batang otak. pada dasarnya henti jantung adalah mati klinis. Dalam empat - lima menit tidak dilakukan resusitasi dengan pijat jantung, otak sudah mati! Kenapa jantung bisa berhenti mendadak? Hm, tidak adil rasanya menjelaskannya tanpa mempertanyakan sebaliknya: kenapa jantung tidak berhenti sepanjang hayat dikandung badan? [caption id="attachment_89119" align="aligncenter" width="371" caption="Sirkuit listrik jantung"]
Otot-otot jantung mempunyai kemampuan berdenyut, tapi kegiatan ini lebih efektif karena ada jaringan listrik yang memperkuatnya. Listriknya bermula dari nodus sinoatrial dan merambat ke seluruh otot jantung. Saat listrik melewati serambi jantung, ototnya berkontraksi memompa darah ke bilik jantung. Sesaat kemudian lisrik sudah masuk ke bilik jantung dan merangsang ototnya berkontraksi memeras darah keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Jantung berdenyut 60-100 kali dalam semenit, setiap kalinya terdapat volum sekuncup sekitar 70 cc. Misalkan denyut jantung 70x, maka jika dikalikan dengan 70 cc sekali denyutan, akan ada sekitar 5 liter darah dipompakan dalam semenit. Kita sebut angka ini sebagai curah jantung semenit. Seluruh kegiatan ini membutuhkan energi besar, dan harus disuplai dari darah. Suplai darah untuk otot jantung diedarkan oleh sistem koroner.
Kematian jantung mendadak bisa didasarkan oleh berbagai penyakit walaupun yang terbanyak (sampai 60 %) adalah penyakit jantung koroner. Tapi terjadinya henti jantung mendadak tersebut juga bukannya tanpa alasan. Salah satu yang tersering adalah gangguan irama jantung seperti terlalu cepatnya denyut otot bilik jantung, alias ventricular tachycardia. Atau terjadi kekacaubalauan irama jantung alias Ventricular Fibrillation. Dalam keadaan tersebut jantung dianggap tidak berdenyut, dan darah tidak bisa dialirkan ke otak. Atau jantung memang sudah tidak berdenyut sama sekali lagi.  Secara klinis pasien ditemukan tidak sadar, tidak bernafas dan tidak teraba denyut nadi karotis. Henti jantung adalah mati klinis. Tanpa pertolongan medis, 95% korban akan mengalami mati biologis atau meninggal sebelum tiba di RS.
Jika terjadi kejadian seperti itu, yang akan dilakukan adalah resutasi jantung paru (CPR, Cardiopulmonary resuscitation). Langkah terbaik dan tercepat untuk penyelamatan korban adalah melakukan pijat jantung. Sebenarnya tersedia alat defibrilator jantung, semacam alat kejut listrik yang bisa menghentikan irama jantung yang kacau itu. Sesegera mungkin, saat itu juga. Setiap detik keterlambatan adalah pengurangan kesempatan hidup kembali. Tapi karena di tempat umum di Indonesia alat semacam itu tidak disediakan pemerintah, dan pijat jantung masih merupakan metode terbaik maka pentingnya edukasi pijat jantung disebarluaskan dan diajarkan secara nasional. Ini adalah salah satu visi saya saat mengambil pendidikan anesthesiology.
Bersamaan atau setelah pijat jantung, harus diberikan bantuan nafas. Kalau perlu berlanjut menjadi nafas buatan dengan mesin ventilator di ICU. Trik ini agak berbeda dengan doktrin klasik ABC pada urutan penyelamatan pasien kritis yang mendahulukan A (Airway, kode untuk mengamankan jalan nafas), lalu B (Breathing, bantuan nafas) disusul C (Circulation, membantu sistem jantung dan pembuluh darah). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa dengan membalik urutan A-B-C menjadi C-AB lebih efektif menyelamatkan nyawa korban henti jantung.
Oh ya ada kekeliruan kaum awam yang tidak bisa membedakan cardiac arrest dan heart attack. Ada perbedaan yang jelas antara Cardiac Arrest dengan Heart Atack. Karena profesi saya berhubungan dengan keadaan kritis, saya berhadapan dengan kasus cardiac arrest hampir setiap hari, tapi tidak dengan heart attack (serangan jantung). Heart attack tidak harus menjadi cardiac arrest. Heart attack adalah keadaan dimana aliran darah ke sebagian otot jantung terhalang oleh karena sumbatan mendadak. Pada heart attack, jantung masih berdenyut. Keduanya sama-sama berbahaya dan perlu disikapi. Karena penyakit mendasarnya adalah sebagian besar karena koroner, sebenarnya masih ada tempat bagi kita untuk mengupayakan pencegahannya. Pola hidup sehat seperti menjaga kebugaran tubuh dengan olahraga, mengkonsumsi makanan sehat, tidak merokok, tidak meminum alkohol serta menjaga diri tidak stress adalah nasihat klasik untuk pencegahan semua penyakit termasuk jantung. Olahraga adalah tip berguna, tapi patut diwaspadai pelaksanaannya. Kasus henti jantung mendadak justru sering terjadi di lapangan olahraga. Apa yang salah? Hari ini kita berduka. Politisi muda Partai Demokrat yang juga anggota Komisi V DPR RI, Raden Pandji Chandra Pratomo Samiadji Massaid atau populer dengan panggilan Adjie Massaid, meninggal di RS Fatmawati, Jakarta Selatan, Sabtu (5/2/2011) dini hari. (Kompas hari ini). Informasi yang beredar menyebutkan Adjie terkena serangan jantung saat bermain futsal. Tapi kita juga mendengar sebelumnya aktor Benyamin Sueb dan pelawak Basuki juga meninggal setelah berolahraga. Saat berolahraga ataupun melakukan aktivitas fisik yang berat (termasuk hubungan badan), kebutuhan akan oksigen meningkat sehingga jantung akan memompa lebih keras lagi. Jika sebelumnya sudah ada sumbatan di pembuluh darah jantung, ini bisa membuat kebutuhan oksigen jantung tidak tercukupi. Apalagi jika dilakukan tanpa pemanasan, maka jantung tidak sempat beradaptasi dengan kebutuhan oksigen yang mendadak menjadi sangat besar itu. Serangan jantung dan henti jantung yang timbul saat berolahraga itu biasanya terjadi pada orang yang sudah mempunyai risiko penyakit jantung atau pada mereka yang jantungnya tidak terlatih namun nekat berolahraga. Ada baiknya agar setiap orang yang sudah berusia di atas 35 tahun melakukan pemeriksaan kesehatan untuk menentukan jenis latihan olahraga yang tepat untuknya. Lebih baik lagi kalau memilih olahraga aerobik yang tiidak terlalu membahayakan kerja jantung. Olahraga jenis aerobik dianjurkan karena memacu kerja jantung secara bertahap. Olahraga jenis ini memacu jantung untuk mengambil oksigen sebanyak-banyaknya guna memenuhi kebutuhan oksigen ke seluruh tubuh. Menghindari lift, lalu naik tangga juga termasuk olahraga aerobik. Parkirkan mobil di tempat yang jauh dari pintu masuk, lalu berjalan kaki juga adalah tips pengganti olahraga yang baik. Konsultasikan dengan spesialis kedokteran olahraga, jika anda merasa ragu-ragu. Jika sampai menemukan korban Sudden Cardiac Arrest, Anda sebaiknya sudah mempersiapkan diri membantunya. Bulan Februari ini diangkat warga Amerika Serikat kembali sebagaiAmerican Heart Month dan pada tanggal 26-27 Maret tahun ini akan digelar pertemuan 4th Annual Sudden Cardiac Arrest: From Awareness to Prevention, bertempat di Hyatt Regency LaJolla at Aventine, San Diego, CA. Bagi yang tertarik lebih lanjut bergabung dengan ilmuwan yang mendalami kematian jantung mendadak, bisa bergabung dengan Sudden Cardiac Arest Association di situs resminya berikut: http://associationdatabase.com/aws/SCAA/pt/sp/home_page
In memoriam: Almarhum ayah terkasih saya yang menderita penyakit jantung koroner dan meninggal mendadak. Meninggal tanpa sempat diresusitasi. Meninggal saat saya bertugas jauh di pedalaman Kalimantan tengah. Yang berita meninggalnya tidak bisa disampaikan karena saat itu saya masih terisolir di rimba belantara, mengabdikan hidup untuk orang-orang terpinggirkan dari fasilitas kesehatan. Meninggal sebelum saya sempat menggapai cita-cita spesialis kardiovaskuler dengan keinginan mengobati sendiri ayah saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H