Mohon tunggu...
sugiana hs
sugiana hs Mohon Tunggu... rakyat biasa -

hanya orang biasa, tertarik pada masalah - masalah sosial kemasyarakatan, demokrasi dan politik kebangsaan, pembangunan pertanian dan ketahanan pangan, serta sepakbola. saat ini tinggal di sebuah kota kecil di Kalimantan Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Calon Tunggal dalam Pilkada 2018

6 Maret 2018   13:58 Diperbarui: 7 Maret 2018   22:57 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, pasangan calon tunggal diperbolehkan dalam Pilkada yaitu apabila hanya ada satu pasangan calon yang mendaftar dan memnuhi syarat (MS) serta apabila ada lebih dari satu pasangan calon yang mendaftar tapi gugur karena tidak memenuhi syarat (TMS). 

Dalam kondisi ini KPU diwajibkan untuk memperpanjang pendaftaran selama 3 (hari) dan pasangan calon yang gugur masih diperbolehkan lagi untuk mendaftar dan apabila  tak ada pasangan calon yang mendaftar berarti hanya ada satu pasangan calon, atau ada pasangan calon yang mendaftar namun tidak memnuhi syarat (TMS) yang berarti hanya ada satu pasangan calon untuk mengikuti pilkada.

Penyebab lainnya adalah apabila adanya pasangan calon yang berhalangan tetap pada saat di mulainya masa kampanye dan apabila adanya pasangan calon yang dikenai sanksi pembatalan sehingga pasangan calon tersebut tidak diperbolehkan untuk terus mengikuti tahapan Pilkada selanjutnya.

Untuk pasangan calon tunggal dalam pilkada, mekanisme pemilihannya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Sesuai dengan UU 10 Tahun 2016 tersebut, paslon calon tungggal diperbolehkan dalam kontestasi pilkada dan akan berhadapan dengan kotak kosong. Metode pemilihan inilah yang jamak disebut sebagai Metode Pemilihan Bumbung Kosong.  Dalam kertas suara ada dua kolom yaitu kolom yang diisi dengan gambar paslon calon tunggal dan kolom satunya kosong tanpa gambar. Paslon calon tunggal sah memenangkan kontestasi jika mereka mampu meraup suara lebih dari 50 persen suara sah.

Bagaimana jika paslon calon tunggal tersebut tidak mampu meraih suara lebih dari 50 persen suara sah? Undang-undang sudah mengaturnya. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 54D Ayat 4 disebutkan bahwa jika paslon calon tunggal tidak mampu meraup suara lebih dari 50 persen suara sah maka dinyatakan kalah dan diperbolehkan untuk maju dalam pilkada  berikutnya.   Dan untuk mengisi kekosongan kepala daerah untuk sementara kepala daerah akan diisi dengan Penjabat Sementara (Pjs) sampai terpilih kepala daerah definitif dalam Pilkada berikutnya.

Pasangan calon tunggal disisi lain banyak dikritik oleh beberapa pihak. Pilkada dengan hanya diikuti oleh satu pasangan calon dianggap sebagai kurang demokratis dan dianggap hanya melanggengkan kekuasan terutama bagi para petahana yang maju kembali.  Apalagi kenyataan membuktikan pasangan calon tunggal ini didominasi oleh petahana (incumbent).  

Disisi lain regulasi yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah juga belum cukup untuk mencegah terjadinya kontetasi hanya diikuti oleh satu pasangan calon, dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tidak mengatur pembatasan ambang batas maksimal untuk pencalonan kepala daerah.  

Kalau kita bandingkan dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sudah mengatur agar kontestasi tidak hanya diikuti oleh satu pasangan calon. Dalam UU No 7 tahun 2017 ini pasangan calon tidak diperbolehkan untuk "memborong" semua partai politik sehingga calon lain tidak punya kesempatan untuk maju dalam kontestasi.  Atau gabungan partai mengusung satu pasangan calon  yang mengakibatkan pasangan calon lain tidak mampu memenuhi persyaratan ambang batas sehingga tidak bisa maju dalam kontestasi.

Saya kira persyaratan ambang batas maksimal sebagaimana diberlakukan dalam Undang -- Undang Nomor  7 Tahun  2017 sebaiknya diadopsi juga dalam undang-undang pemilihan kepala daerah sehingga dapat mencegah munculnya calon tunggal.  Dengan demikian pilkada sebagai wujud pengejawantahan kedaulatan rakyat menjadi  lebih bermakna karena rakyat akan diberikan pilihan-pilihan bukan "memaksa" rakyat untuk memilih atau tidak memilih untuk satu pasangan calon saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun