Mohon tunggu...
sugeng winarno
sugeng winarno Mohon Tunggu... -

saat ini (2014) tercatat sebagai dokter gigi spesialis perio di RSGM TNI AL RE. Martadinata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kembalikan Marwah Presiden

17 Januari 2015   17:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:57 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KEMBALIKAN MARWAH PRESIDEN

Sugeng winarno, drg. Sp. Perio

Gonjang-ganjing di republik ini rasanya tak akan pernah usai, satu permasalahan belum tuntas disusul dengan permasalahan lain yang timbul dan menutupi permasalahan sebelumnya. Anehnya lagi kalau permasalahan itu berbau politis, ramai dan gaduhnya bukan main. Segala lapisan masyarakat ikut berbicara (termasuk penulis, maaf), mulai dari warung kopi pinggir trotoar sampai kafe di hotel yang hingar bingar. Saat ini yang menjadi top isue adalah masalah pencalonan Kapolri. Dan saat ini Presiden sudah mengambil keputusan, menunda pengangkatan calon tunggal kapolri, untuk sementara menunjuk wakapolri sebagai pelksana tugas kapolri.

Airasia, pencabutan izin terbang LCC, dualisme parpol, serangan Isis semua tenggelam oleh berita di semua media dengan berbagai analisisnya tentang pencalonan Kapolri. Ada satu analisis yang menurut saya salah kaprah. Sekalipun yang mengeluarkan statemen tersebut adalah pejabat negara mulai dari eksekutif hingga legislatif bahkan tidak sedikit para pakar hukum dari kalanagan akademisi atau pemerhati di bidang itu. Yaitu, penggunaan asas praduga tidak bersalah.

Menurut pendapat saya asas “presumsion of innosion”, kalau tidak salah tulisan aslinya begitu, adalah asas yang melekat sebagai salah satu hak dasar setiap orang dan manakala yang bersangkutan mencari keadilan melalui prosedur hukum yang berlaku. Sebelum ada keputusan yang bersifat final dari hakim maka yang bersangkutan tidak boleh dinyatakan bersalah. Dalam kasus yang terhomat bapak Budi Gunawan, secara pribadi berhak mendapatkan asas tersebut untuk memenuhi hak dasarnya, bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum dan pemerintahan (RI, 1945). Namun begitu melekat pangkat dan jabatan atas nama Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan yang akan dipromosikan sebagai pejabat nomor satu di lingkungan Kepolisian RI, maka tidak dapat menggunakan asas tersebut. Karena akan berbenturan dengan asas kepatutan dan integritas sebagai pejabat publik. Apalagi di dalam Konstitusi kita dengan jelas disebutkan bahwa Kepolisian Negara RI itu memiliki tugas dan tanggung jawab yang salah satunya adalah penegak hukum.

Pegang teguh hukum sebagai panmglima

Keputusan Presiden untuk menunda pengangkatan Komjen BG sudah sesuai dengan pasal satu UUD RI 1945, bahwa negara kita adalah negara hukum. Artinya segala pertimbangan dalam menjalankan pemerintahan dan pengambilan keputusan strategis adalah menggunakan hukum sebagai panglima. Tidak ada pertimbangan yang mensejajari apalagi melebihi daripada ketentuan hukum yang berlaku. Sudah sangat jelas diamanatkan dalam Undan-undang 12 tahu 2011, bahwa secara materi dan hirarki kedudukan peraturan perundangan adalah UUD, Tap MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah (Provinsi dan Kota/Kabupaten). Keputusan Presiden kali ini sudah mengembalikan marwah pemerintah yang diselenggarakan berdasarkan “rechstaat”.

Keputusan paripurna sidang DPR yang menyetujui Komjen BG yang notabene berstatus tersangka tindak pidana sebagai calon Kapolri adalah proses politik yang secara defakto telah terjadi dan itu menjadi catatan sejarah yang menurut pendapat saya sangat menyedihkan. Saya tidak tahu apakah para wakil yang terhormat mulai dari proses fit and proper test hingga sidang paripurna itu mewakili siapa dalam membuat keputusan. Mengingat suara yang ada di luaran, yang terekam di berbagai media sosial baik cetak maupun ekektronik, kecenderungannya adalah tidak setuju dengan calon yang berstatus tersangka. Apakah mereka memiliki agenda tersendiri, misalnya sengaja menciptakan keruwetan politik dan membiarkan bola panas berada di lingkungan istana? Hanya mereka yang tahu. Saya angkat dua jempol kepada fraksi demokrat yang secara gamblang menjelaskan sikap ketidaksetujuannya terkait masalah ini, sangat realistis dan memenuhi harapan publik.

Bisa saja pemerintahan Jokowi tergelincir jika tidak hati-hati mengelola permasalahan ini, sebab jika sampai melantik Komjen Budi Gunawan yang berstatus tersangka, maka akan menciptakan dua institusi penegak hukum salaing berhadap-hadapan. Ini artinya cicak versus buaya jilid dua bakal muncul. Untungnya hal itu tidak terjadi. Sekarang biarkan KPK bekerja dengan sangkaannya, Komjen Budi Gunawan bekerja dengan pembelaan dirinya, Komjen Badrotin bekerja dengan tugas sehari-hari sebagai Kapolri dan Jenderal Sutarman bekerja sebagai anggota polisi (setelah ada Kepres pencopotan jabatannya) biasa hingga menunggu masa pensiun datang yang masih pada bulan oktober tahun ini (9 bulan). Beri kesempatan DPR yang menempatkan wakil-wakil kita untuk mengawasi pemerintahan secara baik, benar dan adildalam berkata, berfikir dan berbuat (komponen integritas) Betul kata almarhum Chrisye.......negeriku, oh negeriku.....!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun