Mohon tunggu...
sugeng winarno
sugeng winarno Mohon Tunggu... -

saat ini (2014) tercatat sebagai dokter gigi spesialis perio di RSGM TNI AL RE. Martadinata

Selanjutnya

Tutup

Politik

“Kriwikan Dadi Grojogan”

24 Februari 2015   06:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:37 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik



“KRIWIKAN DADI GROJOGAN”

Oleh : Sugeng Winarno

PEPATAH tersebut di atas bagi orang yang faham dengan bahasa jawa mungkin dapat menggambarkanbetapa gonjang-ganjing permasalahan yang semula sederhana tetapi karena lamban dalam mengambil keputusan hingga sekarang semakin rumit karena implikasinya merembet kemana-mana. Kisruh terbaru yang hingga saat ini masih belum terurai adalah antara KPK dan Polri. Saya tidak akan masuk ke dalam substansi permasalahan yang mereka sengketakan, namun saya akan mencoba melihatnya dengan perspektif lain yaitu dari aspek ancaman nir militer yang berdampak terhadap ketahanan negara.

Latar belakang saya adalah seorang dokter gigi, sehingga dalam melihat permasalahan tersebut saya akan menggunakan model perawatan sesuai dengan yang sehari-hari saya gunakan dalam menghadapi pasien, yaitu prisnsip 3 R. R Pertama, Remove the Couse, R kedua Remove the effect dan R ketiga Raise the resistance. Dalam penatalaksanaan pasien faktor utama yang menentukan tingkat keberhasilan perawatan adalah ketepatan diagnosis. Diagnosis yang tepat hanya dapat ditegakkan melalui serangkaian pemeriksaan, mulai objektif, subjektif dan pemeriksaan penunjang (radiologis dan laboratoris). Pasien yang datang dengan kondisi yang sudah kronis, dapat saja ditemukan penyakitnya tidak hanya satu diagnosis, karena sistem yang bekerja di dalam tubuh kita satu dengan yang lain saling terkait. Disamping itu, sekalipun sudah ada diagnosis definitif yang digunakan sebagai dasar penentuan rencana perawatan, juga perlu dibuat diagnosis pembanding karena gejala klinis atau tanda-tanda yang lain menunjukkan kemiripan. Jika sudah ditegakkan diagnosisnya, maka rencana perawatan (treatment planning) disusun untuk dilakukan tindakan dalam rangka mengilangkan faktor penyebab (R pertama), menghilangkan atau mengurangi dampak yang ditimbulkan (R kedua) dan teakhir meningkatkan ketahanan pasien dengan memberikan komunikasi yang benar, informasi yang akurat dan edukasi yang memadahi serta obat-obatan maupun vitamin yang diperlukan. Namun demikian, dalam menerapkan prinsip tersebut ada dua hal lain yang sangat menentukan, yaitu bahwa dokter harus mampu memerankan sebagai risk taker, cepatbertindak karena pada hakekatnya melawan suatu penyakit (terlebih jenis kanker ganas) adalah berpacu melawan waktu, mengelolanya secara tepat dan proporsional. Jangan biarkan “kriwikan” jadi “grojogan”.

Dalam konteks permasalahan di atas, faktor penyebab utamanya menurut dugaan sementara saya adalah aspek politik sebagai manifestasi ancaman nir militer dari dalam negeri. Dugaan ini semakin diperkuat ketika pak Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara sudah membuat kebutusan yang cukup “fair” , tetapi keputusan tersebut masih menunggu nasib dan bisa saja dari kalangan DPR tidak menyetujui. Pertanda ini setidaknya pernah saya dengar langsung dari salah seorang anggota DPR ( saya lupa namanya dan dari fraksi apa) ketika diwawancarai radio Elsinta (18/02/2015) pukul 18.00 an, sembari saya menikmati (karena terpaksa) jalanan sekitar gedung KPK yang macet parah. Ia mengatakan bahwa; pak presiden harus dapat menjelaskan alasan kenapa Komjen BG yang telah disetujuiDPR tidak jadi dilantik dengan alasan karena ada perbedaan pendapat di masyarakat. Masyarakat yang mana? Lanjutnya. Bukankah perbedaan pendapat itu hal yang wajar sebagai negara demokrasi? Dan masih panjang lagi penjelasannya.....sampai jalanan yang menggiring saya ke arah ragunan sudah lancar, radio saya matikan. Capek ndengerinnya dan mual (maaf), kenapa sih ndak beres-beres permasalahan tersebut digoreng terus.

Di tengah sakit perut itu, saya jadi kebanjiran tanya. Sebenarnya para anggota DPR yang terhormat itu, ketika menyampaikan pendapat dan menentukan sikapnya itu apakah sudah mencerminkan kehendak rakyat/konstituen yang telah memberi mandat? Kalau iya, bagaimana cara mereka membangun komunikasi dengan para konstituennya? Siapa yang mengontrol bahwa para anggota dewan itu betul-betul menyuarakan kehendak rakyat bukan elit partai? Bagaimana cara rakyat memberi sangsi kepada anggota dewan yang telah nyata-nyata mencederai kepercayaannya, sebab terlalu lama kalau harus menunggu lima tahun untuk tidak memilihnya lagi? Bukankah masih banyak stigma yang berkembang di tengah masyarakat, bahwa politik itu kotor, curang, culas, banyak intrik, kejam, esuk tempe sore dele, tidak ada kawan atau lawan yang abadi kecuali kepentingan yang sama, dll.? Apa kontribusi partai politik untuk mengeliminir stigma-stigma tersebut ? Sebab makin ke sini partisipan pemilu semakin menurun, dan andai saja disiapkan kotak kosong untuk mewadahi golput, maka dialah pemenangnya. Dan ujung pertanyaan yang paling nakal adalah, sebenarnya seberapa penting sih DPR itu ada di dalam sistem kenegaraan ini kalau kehadirannya bukan memberi solusi (baca: dalam kasus ini) tetapi justru menambah ruwet?

Padahal merujuk pada UU no 2 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik pada pasal 1 angka (1)menjelaskan bahwa Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Artinya bahwa di dalam memperjuangkan kepentingan, sudah diatur secara hirarki dari yang paling kecil (anggota) hingga paling besar (bangsa dan negara) dalam koridor Pancasila dan UUD 1945 demi keutuhan NKRI.

Semoga tulisan singkat ini bukan menambah keruwetan permasalahan dan pula tidak bermaksud untuk mendiskreditkan pihak-pihak tertentu. Tetapi lebih karena kecintaan saya terhadap negeri ini yang begitu besar sehingga tidak rela jika pengelolaannya dilakukan secara sembarangan sehingga menyebabkan salah diagnosa. Kerena jika sudah salah diagnosisnya, maka rencana perawatannyapun akan keliru dan dapat dipastikan kalau kesembuhan yang diharapkan tak kunjung tiba tetapi malah maut yang keburu menjemput. Terlalu indah negeri ini untuk diabaikan. Oleh karena itu, untuk membangun bangsa ini diperlukan pengintegrasian seluruh komponen bangsa, dari pemerintah dan luar pemerintah, dari para pejabat hingga seluruh lapisan masyarakat, bersatu padu membangun ketahanan negara menghadapi berbagai ancaman nyata nir militer termasuk aspek politik. Sudah saatnya mengedepankan politik yang adiluhung, dijiwai oleh akhlakul karimah dan semangat kompetisi yang fastabikhul khoirotz, berlomba-lomba dalam kebaikan dan saling mencegah dan mengingatkan dalam kemungkaran. Semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun