Daryono petani bawang merah terpaksa membawa pulang hasil tanamnya pasca panen. Hal ini disebabkan harga bawang anjlok hingga tak laku.
Tanah seperempat bau (1.750 m.red) yang jika kondisi normal harganya sampai 40 juta, Daryono ditawar tengkulak hanya 7 juta sungguh miris bukan.
Tanam bawang ibarat main judi belum kelihatan hasil namun para petani berani bercibaku ambil resiko yang tidak pasti. Panen untung atau buntung itu yang ada dibenak petani.
Mau gimana lagi kalau tidak tanam bawang tidak ada kegiatan. Kata Daryono
Modal dari jual kambing, sekarang kandang sudah mulai kosong dijual satu persatu untuk biaya pemeliharaan tanaman bawang selebihnya untuk kebutuhan hidup sehari hari. Imbuhnya
Tanam bawang ibarat judi, jika nasib mujur bisa saja dalam 2 bulan kehidupan menuai makmur, namun jika lagi apes modal bisa amblas.
Keberanian petani bawang merah memang perlu diacungi jempol, pasalnya kerugian bukan suatu halangan untuk terus menanam bawang.
Entah apa yang membuat pasar tidak berpihak pada mereka (petani bawang merah.red). Kebijakan Pemerintahlah satu satunya haraoan bagi mereka.
Ketika harga bawang murah tidak kemudian dibarengi dengan turunnya harga saprotan. Biaya produksi tinggi pasca panen tak menjanjikan. Ini diluar nalar siapapun selain petani bawang pasti akan berpikir ulang.
Perhitungannya tidak masuk akal bagaimana tidak seorang petani bawang rela melakukan apapun asal bawang yang dipeliharanya tetap hijau kokoh dan terlihat sehat maka tak heran jika kebutuhan saprotan demi untuk eksistensi tanaman bawang, petani rela merogoh kocek begitu dalam tanpa berpikir nanti panen akan laku berapa. Ajib
Hari Raya makin dekat harapan petani bawang menjelang lebaran harga bawang bagus jadi pupus. Bukan hanya Daryono yang mengalami hal naas banyak sekali Daryono Daryono yang lain disana yang terpaksa menjemur hasil panen bawang merahnya untuk dirawat dan dijadikan bibit benih untuk masa tanam dua bulan mendatang.