Gotong royong telah menjadi semboyan lama yang makna dan implementasinya terus direduksi oleh golongan elite.Â
Mereka merasa berkecukupan, sehingga bergotong royong menjadi laku yang 'mungkin' malah membuang-buang waktu dan uang. Mereka mau bergotong royong jika kepentingan pribadinya memperoleh keuntungan. Iya, kalkulasi untung rugi dimainkan di sini.
Sedangkan di massa akar rumput, gotong royong tidak hanya mengudara didengar oleh sekian juta orang, tapi juga diwujudkan dalam bentuk laku yang sama-sama saling meringankan. Kita bisa memberi tafsir bahwa gotong royong yang masih subur ini sebagai bentuk dari perasaan senasib sepenanggungan.
***
Di kampung kelahiran saya, warga kerap melakukan kerja bakti bersama. Biasanya kerja bakti ini ditujukan untuk membersihkan sungai yang airnya mampet karena terlalu banyak tumbuhan liar dan sampah.Â
Ada yang nyebur ke sungai untuk mencabut dan mengambil sampah, ada juga yang menunggu di atas yang tugasnya mengangkut dan mengumpulkannya kemudian dibakar.Kita bisa menuduh semua orang turun tangan, termasuk Pak RT dan Imam musholla.Â
Oh iya, yang perempuan biasanya juga membantu dengan menyapu dan menyiapkan konsumsi. Membuat teh hangat, kopi hitam pekat manis, gorengan, dan sarapan nasi pecel. (Duh, menulis ini bayangan saya melesat sekian tahun silam pernah terlibat kerja bakti dengan hati bungah).
Selain membersihkan sungai agar tidak mampet, kerja bakti ini biasanya juga dilakukan untuk menebang pohon sebelum musim hujan datang biar tidak tumbang sembarangan. Atau semua aktivitas-aktivitas lain yang orientasinya untuk mewaspadai hal-hal yang tidak diinginkan. Ini disebut kerja bakti kalau di kampung saya.
Selain kerja bakti, kampung saya juga akrab dengan istilah rewang. Nah, rewang ini agak beda dengan kerja bakti, meskipun sama-sama menjunjung tinggi kerja sama. Biasanya rewang ini digunakan untuk aktivitas-aktivitas "membuat sesuatu".
Misalnya Pak Ratno ingin mendirikan rumah, maka tetangga-tetangga terdekat akan membantunya, baik dalam bentuk tenaga, pikiran, dan biaya dari yang besar maupun kecil.
Bantuan ini datang tanpa ada undangan atau permintaan dari Pak Ratno, tapi datang dari kesadaran masing-masing tetangganya. Kenapa demikian? Karena di kampung saya, prinsip "sekarang membantu dan besok ketika sulit akan mendapat bantuan dari orang lain" tertanam cukup kuat.