Bahkan ketika sedang penuh, ada yang mengantri mau bermain, dan saya datangnya agak belakangan, saya dicarikan tempat untuk bermain duluan. Katanya, "bentar-bentar, biar ini masternya main." Terlalu berlebihan memang, tapi saat itu saya senang disebut "master". Hehehe.
Ia juga kerap memberi saya informasi soal penyelenggaraan turnamen. Bahkan ia sering menjadi semacam sponsor saya. Kalau saya menang, saya akan diberi bonus. Bonus itu kadang bermain gratis tiga jam di tempatnya, atau uang lima puluh ribu, atau kadang juga gratis minum es teh sisri selama sebulan. Bonus itu tergantung jenjang kesulitan turnamen.
Sekarang sejak saya merantau ke Yogyakarta, belum pernah sekalipun datang lagi ke tempatnya. Saya berharap masih ada. Kendati sudah banyak anak yang beralih main mobile legends, AOV, PUBG, dan semacamnya, tapi playstation 2 tetap menjadi hiburan paling mengasyikan dan teman saya menghabiskan banyak waktu di masa kecil.
Apakah pada titik ini saya boleh mengatakan masa kecil saya terselamatkan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H