Mohon tunggu...
Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady Mohon Tunggu... Penulis - Warga menengah ke bawah

Masyarakat biasa merangkap marbot masjid di pinggiran Kota Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tapera, antara Problematika dan Solusi

12 Juni 2020   17:46 Diperbarui: 12 Juni 2020   18:13 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
perwanda.wordpress.com

Rumah masih menjadi kebutuhan pokok manusia. Selain sebagai tempat untuk berteduh saat hujan turun, rumah juga menjadi simbol status sosial di tengah-tengah masyarakat. 

Rumah yang bagus, berkeramik mengkilat, punya kolam renang, dan bertingkat tiga mengindikasikan pemiliknya adalah orang kaya. Sedangkan rumah yang hanya memiliki tembok setengah tanpa pagar besi dan tanpa ada keramik merupakan rumah dari golongan menengah ke bawah. Miris memang.

Kendati menjadi kebutuhan pokok, memiliki rumah masih terbilang sulit. Apalagi untuk orang hari ini yang cenderung mengkonsumsi barang-barang (dalam istilah ekonomi) tersier. Barang-barang yang sebenarnya tidak berpengaruh signifikan terhadap keberlangsungan hidupnya.

Kesulitan ini tidak hanya menimpa orang-orang yang berpenghasilan rendah atau tidak tetap. Semua terdampak. Bahkan pekerja dan aparatur sipil negara yang memiliki penghasilan pasti tiap bulannya pontang-panting jika dihadapkan pada persoalan kepemilikan rumah. Mayoritas akan ikut di rumah orang tua atau mertua. Kecuali mereka yang memang memiliki warisan tanah dan harta yang banyak.

Di sisi lain, harga barang material dan tanah setiap tahun cenderung meningkat. Hal ini wajar, mengingat pembangunan setiap tahunnya mengalami perkembangan yang cukup pesat. 

Dulu mungkin ada tempat yang hanya persawahan, tidak pernah ada dugaan ke depan akan berdiri mall megah di tempat itu. Kini sesudah mall berdiri, ramai-ramai orang membeli tanah di situ dan mendirikan rumah sekaligus sebagai tempat usaha, entah itu parkir, jualan kopi, es teh, atau cilok.

Melihat realitas seperti itu, pemerintah berupaya membantu pekerja melalui Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 25 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera yang mewajibkan pekerja dan penguasaha untuk mengiur. Pekerja wajib mengiur 2,5 persen dari gaji pokok dan pemberi kerja mengiur 0,5 persen lainnya sehingga total 3%. Kabar ini didapati di Koran Kompas berjudul "Beban Tambahan dari Tapera", 12 Juni 2020. Judul sudah mengarah pada beratnya pemangkasan gaji sebanyak 3%.

Kenapa demikian? Ada sejumlah pendapat yang memang patut untuk dipertimbangkan. Mengingat juga pandemi covid 19 masih belum berlalu, jadi bisa dipastikan musim paceklik baik keuangan, pangan, dan pertemuan fisik akan terus berlangsung.

Pertama dari pihak pengusaha yang diwakili oleh Sandiaga Salahuddin Uno, Pengurus Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, ia mengatakan bahwa kondisi pengusaha juga terpuruk. Pendapatan anjloknya. Kendati kebijakan ini baik, namun kondisi keluarnya kebijakan ini tidak pas. Sehingga iuran Tapera itu dilihat dari sisi pengusaha juga menjadi beban baru.

Sedangkan dari sisi pekerja yang diwakili oleh Ilhamsyah mengingatkan bahwa kewajiban mengiur Tapera justru akan melemahkan daya beli. Terutama baki pekerja yang penghasilannya minim. Ia melihat dari dua sisi, pertama kebutuhan papan warga Indonesia menjadi kewajiban negara untuk memenuhi. Hal ini merujuk pada Pasal 28H ayat 1 UUD 1945. Kedua, publik memiliki pengalaman buruk soal dana publik yang disalahgunakan oleh pejabat. Ya wajar saja, karena korupsi di negeri ini sering berkedok pembangunan yang mensejahterakan masyarakat.

Sedangkan Fadjroel Rahman sebagai wakil dari pemerintah kembali menegaskan Tapera ini sebagai solusi masyarakat agar bisa memiliki rumah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun