Mohon tunggu...
Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady Mohon Tunggu... Penulis - Warga menengah ke bawah

Masyarakat biasa merangkap marbot masjid di pinggiran Kota Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Belajar Menahan Nyinyir ala Socrates

7 Juni 2020   10:52 Diperbarui: 7 Juni 2020   10:54 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: canterbury.ac.uk

Di era yang serba cepat ini, kita kadang kebablasan melakukan tindakan sia-sia yang seringnya menguras tenaga dan menyita banyak waktu. Alih-alih mendapat apresiasi dan tepuk tangan, tindakan itu justru malah membuat kita memiliki banyak musuh. Salah satu tindakan sia-sia itu adalah nyinyir atau berkomentar seenaknya.

Iya, kita kerap dan mudah sekali nyinyir. Hanya dengan membuka smartphone, melihat orang lain update status atau membaca berita yang sedang trending, kemudian berkomentar sesukanya. Apalagi jika komentar ini mendapat lawan tanding yang seimbang. Bukan mencerdaskan, justru malah jatuh pada debat kusir.

Lllhhaa daripada debat egak jelas seperti itu, mbok ya dibuat untuk melakukan hal-hal produktif lainnya. Bersih-bersih pekarangan rumah, atau belajar menanam sayur hidproponik misalnya.

Socrates (469 SM-399SM), filsuf dari Athena Yunani ini punya tips yang relevan untuk diterapkan agar frekuensi nyinyir kita tidak terlalu tinggi. Socrates sendiri merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat Yunani, selain muridnya Plato dan cucu muridnya Aristoteles. Semasa hidupnya, Socrates tidak meninggalkan karya tulis apapun, sehingga sumber utama mengenai pemikirannya berasal dari dokumentasi tutur tulisan muridnya, yakni Plato.

Suatu ketika, Socrates ini datang berkunjung ke rumah salah seorang temannya yang begitu gembira atas kedatangannya. Temannya ini lalu berkata, "Socrates, tahukah kamu apa yang baru saja aku dengar tentang salah seorang muridmu?"

Socrates tidak segera merespon dengan rasa kepo. Justru malah mengajukan syarat ujian tiga lapis. Katanya, "sebelum kamu mengatakan kepadaku tentang muridku, mari menyisihkan waktu sebentar untuk membahas apa yang akan kamu katakan. Pertama adalah ujian kebenaran. Sudahkah kamu merasa pasti apa yang akan kamu katakan padaku adalah benar?"

"Tidak. Sebenarnya aku baru saja mendengarnya dari orang yang ...", belum selesei, oleh Socrates langsung dipotong dengan pertanyaan selanjutnya.

"Baik. Jadi kamu tidak tahu apa yang kamu katakan itu benar atau tidak. Sekarang mari menuju ke lapisan kedua, ujian kebaikan. Apakah yang akan kamu katakan tentang muridku itu adalah sesuatu yang baik?"

"Tidak, malah sebaliknya. Muridmu itu ...", kembali ucapannya dipenggal oleh Socrates.

"Jadi kamu ingin mengatakan sesuatu tentang keburukan muridku, meskipun kamu sendiri tidak yakin apakah itu benar?", tanya Socrates dengan tatapan mata menyelidik.

Temannya hanya mengangguk, tertunduk, dan malu. Socrates kemudian mengatakan lagi, "kamu mungkin masih bisa lolos di pertanyaanku yang terakhir ini. Ujian lapis ketiga, kemanfaatan. Apakah yang akan kamu katakan padaku tentang muridku itu akan ada manfaatnya bagiku dan bagimu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun