Kota Singkawang berubah menjadi lautan manusia pada perayaan Cap Go Meh, Senin (6/2). [caption id="attachment_161043" align="alignright" width="300" caption="Tatung Tunjuk Aksi kekebalan diri"][/caption] Ratusan ribu orang berdiri di pinggiran sepanjang jalan yang menjadi rute parade tatung, mulai siang tadi. Mereka yang datang tak hanya warga lokal, tetapi juga wisatawan dari negeri jiran. Mereka terpukau dengan aksi tatung yang unjuk kekebalan tubuh. Ada yang berdiri di atas parang, pisau, bahkan pedang menjadi alas kaki para tatung. Tatung yang mengikuti parade perayaan Cap Go Meh itu tak hanya berasal dari Singkawang. Mereka juga datang dari berbagai daerah di Kalbar, bahkan didatangkan dari Pulau Jawa. Dengan tandu berhiaskan bendera kebesaran dan senjata tajam, tatung menari, tertawa senang, hanyut dalam harumnya bau asap gaharu. Di sekitar tubuh para tatung dipenuhi tusukan senjata tajam. Ada yang bagian wajah sekitar mulut dipenuhi tusukan besi tajam. Ada yang terlihat menggigit binatang peliharaan seperti ayam dan anjing. Turunnya para tatung menjadi tanda puncak perayaan Imlek, pada hari ke-15 yang disebut Cap Go Me. Sehari sebelumnya atau pada hari ke-14, para tatung telah berkeliaran di jalan, mengelilingi kota, mengunjungi setiap kelenteng, dan menjalankan ritual tanda penghormatan. Turunnya para tatung di hari itu dimaksudkan untuk melakukan pembersihan kampung dari segala jenis penyakit. Menurut sejarah, parade tatung tersebut berawal saat pertambangan emas di Monterado diserang wabah penyakit. Diyakini penyebabnya adalah roh atau makhluk jahat. Mengatasi itu, tatung turun ke jalan, keluar masuk kampong diiringi genderang dan pembakaran gaharu, yang tidak putus-putusnya. Serangan roh atau makhluk jahat dapat dilawan dan perkampungan kembali menjadi tenteram.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H