Mohon tunggu...
Yogi Suwarno
Yogi Suwarno Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

A random Indonesian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

(Nominasi) Indeks Tawuran Nasional

8 Desember 2014   19:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:47 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_340102" align="aligncenter" width="441" caption="Pelajar tawuran yang primitif dan barbar, kredit foto: bincangedukasi.com"][/caption]

Walaupun tulisan tentang tawuran lebih banyak menyinggung komunitas (yang katanya terpelajar), saya lebih suka menempatkannya di kolom sosial budaya. Terus terang saya termasuk warga yang (sungguh) enek/eneg dengan perilaku barbar sebagian warga masyarakat (dan mahasiswa/pelajar) yang (selalu) terlibat tawuran, baik di malam hari mauun siang hari. Bahkan di buulan suci Ramadan, di saat takbiran pun tidak jarang terbetik berita tawuran antar kampung terjadi. Kalau tawuran antar anak sekolahan atau mahasiswa sudah tidak terhitung lagi kasusnya. Korban? baik meninggal sia-sia maupun luka-luka sudah tidak bisa dihiutng lagi jumlahnya. Persebaran kasus sepertinya terkonsentrasi di beberapa kota besar di Indonesia, sebut saja Jakarta dan Makassar, misalnya.

Untuk mempertahankan budaya dan tradisi konyol ini, kali ini saya ingin membuat nominasi untuk pelajar Tawuran terbaik, mahasiswa Tawuran terbaik, sekolah dan universitas/perguruan tinggi Tawuran terbaik, serta kampung Tawuran terbaik. Semuanya akan dihitung dan diagregat menjadi kota Tawuran terbaik di Indonesia. Nominasi dan penghitungan bisa dilakukan dengan menghitung jumlah insiden tawuran per tahun, nanti dibuat juga secara rutin, sehingga akan ketahuan time-series nya, kecenderungannya dsb.

Seluruh data bisa didapat dan diolah dari sumber media massa, dokumentasi kepolisian dan data relevan lainnya. Tidak diperlukan wawancara tentunya, karena mewawancara pelaku kriminal ini tentu sangat berbahaya bagi para pewawancara. Cukup lakukan wawancara imajiner untuk melengkapi atau memperkaya analisis data. Seandainya sangat diperlukan wawancara langsung, sebaiknya lakukan wawancara dengan pelaku tawuran yang sedang dipenjara, sehingga tidak membahayakan anda.

Pada hitungan kumulatif, saya ingin melihat berapa sih Indeks Tawuran Nasional kita, dan apabila ini berjalan terus, mudah-mudahan dalam lima tahun ke depan, sudah akan kelihatan trend pergerakan angkanya. Semakin tinggi nilai indeksnya, maka semakin barbar, primitif, dan biadab bangsa ini. Semakin rendah nilai indkesnya, maka semakin beradab, berpendidikan dan bermoral bangsa ini. Formulasinya seperti berikut:

ITN = f (P, M, S, PT, Ka, Ko)

ITN = Indeks Tawuran Nasional, P = Pelajar, M = Mahasiswa, S = Sekolah, PT = Perguruan Tinggi, Ko = Kota, Ka = Kampung

O iya, satu lagi, barangkali saya juga harus mempertimbangkan untuk mengikutsertakan variabel tawuran elit, yaitu tawuran (non-fisik) yang dilakukan oleh elit-elit negeri ini, yang mempertontonkan dan mengajari hukum rimba kepada publik. Ketika hukum sudah tidak bisa menyentuh preman dan pelaku kriminal di tingkat elit, maka mereka sudah sangat pantas untuk disejajarkan dengan pelajar dan mahasiswa (primitif dan barbar) yang di tasnya hanya berisi celurit, gerinda, kampak, dan rantai sepeda.

Ada yang punya usulan? kota dan sekolah mana yang pertama kalinya pantas mendapatkan penghargaan ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun