“Segala yang ada di bumi cukup untuk memenuhi kebutuhan kita semua, tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan segelintir manusia yang serakah” Mahatma Gandhi
Sekitar 69,4 juta tanah di Indonesia dikuasai oleh 652 perusahaan saja. Sementara jutaan petani memiliki kurang dari setengah hektar bahkan hanya menjadi buruh tani karena tidak mimiliki sawah. Seandainya bisa dibagi adil, mungkin dapat meningkatkan kesejahteraan dan petani dapat hidup layak. Namun apakah pendapat demikian adalah adil bagi mereka yang memiliki banyak tanah atau modal?
Nabi Muhamad saw. Bersabda: “Seandainya anak adam itu diberi satu lembah emas, niscaya ia akan meminta lembah emas yang ke dua. Jika ia mendapat lembah emas ke dua, maka ia akan meminta lembah emas ke tiga. Mereka tidak akan puas sampai masuk ke dalam tanah’’
Fenomena nabi Adam memakan buah khuldi dengan berbagai kenikmatan di surgha sepertinya perlu kita kritisi. Tuhan memberikan kebebasan kepada Adam melakukan apa saja, makan dan minum sesukanya kecuali satu, buah khuldi. Tapi toh dengan segala yang dimiliki tidak dapat membuat Adam mampu menahan diri untuk memakannya juga. Peristiwa inilah yang menjadi dasar dari keserakahan dan ketidakpuasan manusia. Meskipun pada gilirannya, Tuhan menghukum Adam sebagai wakil-Nya di muka bumi (Khalifah Fil Ard) untuk memelihara alam dan menjaga tatanan sosial. Bagi saya, ini hukuman yang ‘’nyeleneh’’ karena tugas khalifah diemban oleh manusia yang serakah. Hal ini pulalah yang menimbulkan protes di kalangan malaikat.
Cak Nun pernah melemparkan pertanyaan banyolan yang tidak ilmiah blas katanya: “kenapa Nabi Adam dengan Adam Smith namanya sama sama Adam”?. Sekarang mari sejenak kita tinggalkan pertanyaan itu.
Karena entah kebetulan atau tidak, Adam Smith (1925-1790) merupakan bapak kapitalisme dunia yang lahir beribu tahun kemudian. Namun sejatinya ia bikan seorang ekonom. Karena ilmu ekonomi belum lahir waktu itu. Ia merupakan seorang filsuf moral, yang darinya melahirkan ajaran kapitalisme dan pasar bebas. “Bagaimana sifat manusia yang serakah dan selalu mengejar kepentingannya sendiri dapat menciptakan tatanan di dalam masyarakat?”. Itu merupakan pertanyaan sekaligus buah pemikirannya.
Mengutip tulisan Junanto Herdiawan, “Adam Smith kemudian menulis buku Theory of Morality Sentiments yang mencetuskan ide tantang mekanisme pasar dan wujud rasa simpati. Inilah prinsip awal etika moral Adam Smith dalam tatanan masyarakat”. Singkatnya, tatanan masyarakat akan terwujud jika pasar dibiarkan bebas dan para pelakunya memiliki simpati. Namun sistem ekonomi kapitalis atau liberal banyak mendapatkan tentangan. Genderang perang semakin keras ketika mereka membawa bala tentaranya seperti IMF, World Bank dan Korporasi Global lainnya untuk memeras ekonomi negara-negara berkembang. Melalui slogan liberalisme-privatisasi-deregulasi, mereka memperoleh keuntungan besar dari negara ketiga yang harus tetap dibiarkan miskin. Mungkin karena hilangnya simpati sebagai salah satu syarat terciptanya tatanan masyarakat sebagaimana dikatakan Adam Smith. Sebagai antitesa, Islam memiliki konsep zakat sebagai harta yang harus diberikan kepada yang berhak untuk meningkatkan kesejahteraan.
Tulisan saya yang tidak ilmiah ini mungkin hanyalah merupakan wisata pemikiran yang melayang-layang diterpa angin lalu musnah diterjang badai kehidupan. Para akademisi menyebutnya globalisasi. Sebuah masa yang penuh kontroversi! orang-orang asing gemar belajar budaya lokal dan fasih berbahasa daerah. Sementara ABG lokal gemar memamerkan paha dan dadanya dengan memakai rok mini atau bikini. Guru masuk penjara lantaran mencubit muridnya. Orang-orang lebih asyik bermain Pokemon Go daripada membaca buku dan mengaji. Inilah dampak laten leberalisme, Apakah penyebabnya? Para kaum intelek biasanya mengajukan pertanyaan: “konspirasi global apakah dibalik ini semua?” maka Bapak Kapitalisme Dunia menjawab: “The Invisible Hand (tangan-tangan tak terlihat)””
Oleh karenanya, dalam menciptakan tatanan sosial yang ideal, kapitalisme harus menemukan kembali semangatgsemangat awalnya. Ialah simpati para pelakunya. Kita juga tidak perlu menyalahkan keserakahan nabi Adam yang sebabkan ia dikeluarkan dari surga bersama hawa serta seluruh keturunannya kelak. Yang perlu kita lakukan adalah meneruskan tugasnya sebagai pembawa rahmat sekalian alam.
junanto herdiawan, menakar dosa nabi adam dan adam smith
coen husen pontoh, malapetaka demokrasi pasar. resisst book.