Mohon tunggu...
Ranggamos
Ranggamos Mohon Tunggu... Lainnya - ****

believe me, sometimes reality is stranger—and much more frightening—than fiction

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hikayat Toyib bin Fulan Enggan Pinang Solehah binti Mubarok

7 Agustus 2013   05:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:33 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

1 engkau adalah ummat Islam dan aku adalah Ramadhan

aku bukan tak bertaji
mengukuh kecup dahaga tabir bibirmu
semenjak akhir syaban tak henti lantunkan ayat teluh
oh, kau bersimpuh
usaha koheren susah dan payah
maka sudah tugasku memanggang hatimu
aku hadir,
kau tengah sibuk dengan persiapan
yang entah menyambutku
atau mungkin melaluiku
langkahmu tak jelas arahnya
bermanis muka, bukan engkau seperti biasa
kelak aku 'kan pergi, sampai akhir syaban selanjutnya
lantas tak satupun surat kau kirim padaku
sebegitu saja kau alpa
kita memang imparsial, Solehah!


2 engkau adalah adzan Maghrib dan aku adalah ziarah kubur

nanar senjamu statis temaram
tetapi bangga dimeriahkan senyum kelegaan
serentak penantimu bersenandung
bernyanyi anthem nikmat puji syukur
lagu kenangan, padahal dulu hanya milik kita
kau hayati aku hari ini, Solehah?
taburanku bunga pelipur lara
hargaku naik turun tak pasti musiman pelayat
suluh sajakku dibacakan sekejap hanya untuk saat ini
selebihnya aku kesepian melanda
aku hidup, namun kau temui setahun sekali
jasadku boleh jadi binasa, tapi aku belum mati!


3 engkau adalah Tarawih pertama dan aku adalah Subuh masjid sepi

ah, kau benar beruntung, Solehah
rombongan momentum hilir serupa air bah
daya tarikmu menaklukkan banyak pemuja
tausyiahmu bergema tiap-tiap sudut kota
jangan murung pikirkan kemungkinan mereka tinggalkan
bersorak-sorailah dengan hari nadirmu yang nyata
singkronisasi kemana pergi
muka dini hari lengang, punyaku
tidak pantas bersanding milikmu
bukankah kau lihat?
mata-mata sayu terkantuk kusajikan
ini bikin malu diriku
tak mampu samai pesolekmu


4 tak jadi calon besan

aku temui ayahmu,
syaikh putih bernama hari dinanti
beliau melengos tatap muka bapakku
lebai kusam pengumpul alas bekas sholat Ied-mu
mana kami punya kuasa dari lalu?
kendati aku curi pandang padamu
kau suka cita kemenangan
bermimpi terlahir kembali
menjadi orok gemar merengek
lalu menjalani hari-hari esok
oh, Solehah wajah kemala yang angkuh


*untuk seorang kawan -yang pergi menghilang- 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun