Mohon tunggu...
Ranggamos
Ranggamos Mohon Tunggu... Lainnya - ****

believe me, sometimes reality is stranger—and much more frightening—than fiction

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Setiap Sayatan yang Kau Ciptakan adalah Peluang Menuju Jalan Masokis

11 Desember 2012   03:54 Diperbarui: 2 November 2022   03:31 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

berulang kali, kuceritakan padamu
tentang Izroil yang diperintah mencabut ruh leluhur dan segala makhluk
kelak ia akan menjerit kesakitan ketika mencabut nyawanya sendiri setelah sangsakala
pertama ditiupkan
dan melirih, bila aku tahu rasanya…
mungkin kau akan berkata pula demikian
atau setidaknya mengingat ceritaku


oh dear, her infidelity just spilled all over the floor. can somebody help her?
janji adalah,
napas harapan yang kau tiupkan
menghembus angin di sepanjang petilasan penantian
keriangan yang melonjak
arus tentram dan tenang dalam sungai ucapan
aku ingin tertidur disitu
aku ingin mati disitu


tetapi apa yang terjadi, kasihku?
saat dengkur keras nyaman kau usik dengan kilat mata belati
porak poranda. kau tumbalkan leherku untuk ego
sekarang menjadi hari jahanam
paling jahanam setiap sesak napasku
(sometime it gets so hard to breath)
aku tunggu sudah
aku lelah sudah

: tiap malam ia datang mengetuk jendela. menyeringai, mencakar lengan kiriku
aku bersimbah darah
berjuta harapan terbakar hangus oleh gelak tawa disana,
benang-benang keteguhan telah diputuskan oleh pencuri kedamaian
pada akhirnya aku muntah, janjimu bergelimangan bersamanya
biarlah onggok bangkai sia ini terkapar pada rakit, terombang-ambing gelisah

“kesedihan adalah milikku, derita adalah jejakku.”
kututurkan lagi cerita kala hujan :
ia berbaring pada ratapan,
memandang kosong membelah daun
merampok lagi satu-satu keinginan
dari jubah yang ia sendiri tenun

“begitulah cinta merampas kandas napasku. kau cabik dadaku, mengambil jantungku
lalu kau makan. seperti Hindun mengunyah jantung Hamzah pada perang Uhud.”
lalu terbatuk karena kerongkongannya dipenuhi pengkhianatan
sebab ia tak lagi memiliki sayap
perasaan itu sendiri mencekik lehernya, menghantam dadanya
seperti ujarnya
lirih dalam pekat tengah malam
sendirian (tidak, ia tidak sendirian. sebab ia sudah tidak memiliki siapa-siapa)
baik gerimis maupun badai tiada mampu memadamkan api di hati
justru hujan malah menambah rasa sakit yang akut
semua tidak logis untuk saat seperti itu, semua lembab dan basah
muka dan jalanan jadi serupa
“tapi aku tidak akan berlari, kan kuhadapi walau itu bersiap menggelepar karena derita.”


kalimat mana yang mampu mengobati
hati seorang wanita yang telah pecah berserak
saat itu pula ia tutup kebatinannya
biarkan ia sendiri
biarkan ia menari

semalam aku mencium Medussa, paginya aku terbangun dengan mulut berbisa
aku tidak sedang mendiktemu mengenai kesetiaan
kau tertidur setelah mendengar ceritaku, telanjang dan bermandikan peluh
tidak juga kukecupkan sianida saat kau lumat bibirku,
langkahmu sendiri tidak jelas arahnya
padahal aku hanya ingin menggenggam jemarimu, itu saja

di gelap mana kau raba wajahku, disitu tidak kutemukan wajah merana
aku menerka,
kau ingin membawaku ke dalam kisah yang sudah jengah
sampai hari ini
setelah kau pagut ranggas rinduku dengan pemunah wangi surga
kau tinggalkan aku disitu
(kenapa tidak kau bunuh saja aku?)
kau hanya memikirkan diri sendiri

perhatikan sajakku dengan seksama, perhatikan perkataanku tadi pagi
bukan di hening hari menari sepi, kita dengar derap kaki
yang lagi berlari. kebatinan ini ditirani,
dimana pula aurora menebarkan tirainya yang mengalahkan pelangi
(sadar betul yang kita setubuhi itu bukan cinta)
dimana musti kutemui dirimu, keinginan ini mengoyak sukmaku
begitupun aku masih ingin menemuimu, aku ingin…

permohonanku,
di musim ketika hujan enggan membasuh sejuknya
sudilah kiranya engkau, menjadi mata air untuk obat pesakitan
yang kelak memanusiakanku kembali
tolong sembuhkan aku!

pahami kalimat berikut,
He (God) it is who did create you from a single soul and therefrom did create his mate, that he might dwell with her (in love)…[1]
(kupikir itu dirimu, karena aku tak bisa lepas dari jerat jaring laba-labamu)
aku baru saja membunuh cinta lalu kutiupkan napasnya pada egoku
karena aku adalah tuhan atas perasaanku sendiri

pertanyaanku :
apakah ruh memiliki penginderaan, seperti jasad najis ini?
apakah ruh mempunyai jaringan otak, benang-benang neutron, seperti isi kepala tolol ini?
bila tidak, pasti neraka tidak ada apa-apanya ketimbang dunia yang penuh pengkhianatan
dan dusta

2006-2007

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun