Mohon tunggu...
Suer@nywhere
Suer@nywhere Mohon Tunggu... Konsultan - Mencoba membaca, memahami, dan menikmati ciptaanNya di muka bumi. Action to move forward because word is not enough. Twitter/Instagram: @suerdirantau

Mencoba membaca, memahami, dan menikmati ciptaanNya di muka bumi. Action to move forward because word is not enough. Twitter/Instagram: @suerdirantau

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Avatar versus Pengendali Ekosistem Hutan

18 Januari 2016   14:43 Diperbarui: 18 Januari 2016   15:03 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca kata “Avatar” akan membawa pikiran kita pada tiga kemungkinan. Pertama, Avatar yang merupakan ilustrasi gambar yang disediakan Yahoo, Google, dan Wordpress. Kedua, filem Avatar besutan James Cameron tahun 2009, yang mengisahkan tokoh Jake Sully yang bisa berubah wujud menjadi makhluk pribumi penghuni planet Pandora di luar angkasa sana. Rekayasa dan ngayal abis tapi ya keren juga sih. Buktinya, Taman Nasional Zhangjiajie di Hunan, China dapat berkah berupa kunjungan wisatawan yang penasaran dengan bebatuan yang menjadi inspirasi di film itu.

Aang, the Avatar
Avatar ketiga adalah tokoh khayalan bernama Aang, anak berusia 12 tahun (dalam ceritanya, konon umurnya sudah 112 tahun. Ahh, gak usah dipikirinlah, namanya juga tokoh fiktif hehehe…), kepalanya botak bertatto biru berbentuk tanda panah. Penampilannya sederhana macam biksu shaolin, bersenjatakan tongkat yang bisa berubah menjadi layang-gantole. Avatar Aang ini sakti mandraguna, dengan kemampuan tele-kinetikanya, ia menguasai ilmu pengendali udara, pengendali air, pengendali api, dan pengendali tanah. Dengan kemampuan mengendalikan empat unsur itu, Aang dan kedua sahabatnya Katara dan Sokka, berkelana menyelamatkan dunia dari serangan negara api.

Bryan Konietzko dan Michael Dante DiMartino yang mengarang tokoh Avatar Aang pasti akan tertegun (kalau mau didramatisir, si Aang akan dilukiskan nangis guling-guling), karena mereka nggak tahu bahwa di Indonesia ada orang dengan kemampuan Pengendali Ekosistem Hutan. Kebayang kan, betapa sakti, rumit, dan luasnya ekosistem hutan, apalagi hutan hujan tropis Indonesia yang menjadi paru-paru dunia. Air, tanah, udara, dan api merupakan bagian dari ekosistem hutan, sehingga pantaslah jika kita mengklaim bahwa ilmu Pengendali Ekosistem Hutan merupakan ilmu tanpa tanding. Setuju???

Tidak sembarang orang dapat menguasai ilmu Mengendalikan Ekosistem Hutan, jadi gak usah nekat lah mengaku-ngaku sebagai Pengendali Ekosistem Hutan (PEH). Kriteria dan persyaratan untuk menjadi seorang PEH, diatur oleh Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Republik Indonesia (Kepmen PAN No.54 tahun 2003), Menteri Kehutanan (Kepmenhut SK86/2004), dan Badan Kepegawaian Negara (Keputusan BKN No.10 tahun 2004). Tuh…sampai sini aja si Aang pasti udah lemes dengkulnya, gak masuk kualifikasi dah...

Ya, PEH ini merupakan salah satu jenis jabatan fungsional yang hanya ada dan diada-adakan untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Coba kita simak definisinya ya. PEH adalah PNS yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan pengendalian ekosistem hutan. Jadi, kita baru bisa jadi Pengendali Ekosistem Hutan jika sudah diangkat berdasarkan Surat Keputusan Kepala Bagian Kepegawaian yang mengatasnamakan Menteri Kehutanan!! Tuhhh…NGERI nggak???

Ternyata PEH ini ada dua kasta, yaitu PEH Tingkat Terampil dan PEH Tingkat Ahli. Yang tingkat terampil musti menguasai pengetahuan teknis dan prosedur kerja dalam pengendalian ekosistem hutan, sedangkan Tingkat Ahli mensyaratkan penguasaan ilmu pengetahuan, metodologi, dan teknik analisis dalam pengendalian ekosistem hutan. Sesuai takdirnya, PEH Terampil dibagi menjadi empat golongan, yaitu PEH Pelaksana Pemula, Pelaksana, Pelaksana Lanjutan, dan Penyelia. Sedangkan PEH Ahli terbagi menjadi PEH Pertama, PEH Muda, dan PEH Madya.

Judul golongan pada PEH Ahli ini mengingatkan saya pada pangkat di TNI Angkatan Laut, yaitu Laksamana Pertama (bintang 1), Laksamana Muda, Laksamana Madya, dan Laksamana (bintang 4). Sepertinya, tidak ada posisi bintang 4 dalam jabatan PEH ya. Lagipula, apa ada PNS Kehutanan yang bertahan dalam dunia PEH hingga mencapai PEH Madya, yang berarti golongan IV-C (empat). Padahal, golongan paling tinggi dari PNS adalah IV-E. Kalau ada dan berjumpa, saya mewakili Avatar Aang akan berlutut cium tangan dan sujud pada PEH Madya.…

Untuk diketahui bersama (tssaahhhh….bahasa pejabat nih), Tugas Pokok PEH dari kedua kasta ini sangat mulia, yaitu menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan, memantau, dan mengevaluasi serta melaporkan kegiatan pengendalian ekosistem hutan. Ssssttt….masih NGERI nggak?

Dari tadi ngomong pengendaian ekosistem hutan, emang apaan sih itu? Sabar dong ah…

Pengendalian Ekosistem Hutan diartikan sebagai proses pengembangan pengetahuan, sikap, dan perilaku kelompok masyarakat sasaran agar mampu memahami, melaksanakan, dan mengelola usaha-usaha kehutanan untuk meningkatkan pendapatan dan mempunyai kepedulian serta berpartisipasi aktif dalam pelestarian hutan dan lingkungannya? Tuhhh…NGERTI nggak? %*@$#??!&%x

Jujur, setelah membandingkan definisi dengan rincian pekerjaannya, rasanya saya mau pingsan. Gak ngerti di mana sinkronnya antara definisi dan rincian kerjanya. Tapi sudahlah, saya jadi Pengendali Diri Sendiri aja deh….

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun