Sudah 3 bulan saya tidak kuliah karena harus mengikuti anjuran dari pak presiden Jokowi dengan harus bekerja, belajar, dan beribadah di rumah. Saya melakukan anjuran tersebut untuk kebaikan bersama dalam mencegah penyebaran virus Corona, meskipun saya sekarang merasa jenuh berada di rumah saja. Saya melihat banyak informasi-informasi di berita yang membahas dampak virus ini, Terutama dampak yang dihasilkannya pada masalah sosial. Salah satu efek dari virus ini adalah kelangkaan kebutuhan dasar masyarakat.
Beberapa bulan terakhir ini terjadi kelangkaan pada kebutuhan dasar masyarakat di Indonesia karena panic buying. Dilansir dari CNBC Indonesia, anggota Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Tutum Rahanta mengatakan tiga periode panic buying itu, pertama pada 2 Maret 2020 saat kali pertama Presiden Jokowi mengumumkan dua kasus positif corona di Indonesia. Kedua, panic buying pada tanggal 14 Maret 2020, saat ada imbauan kerja di rumah dan diliburkannya kegiatan belajar selama dua pekan. Ketiga, pada 19 Maret, saat pengumuman kasus positif corona di Indonesia mencapai 308 kasus dan 25 orang meninggal. Peristiwa kelangkaan barang kebutuhan dasar ini bermula karena kekhawatiran orang-orang akan kehabisan kebutuhan barang dasar akibat dampak dari pandemi corona ini. Kekhawatiran itu sendirilah yang membuat kebutuhan dasar menjadi langka, sehingga banyak masyarakat yang melakukan panic buying.
Kebutuhan dasar manusia menurut konsep hierarki kebutuhan maslow terdiri dari 5 tingkatan, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Saya membatasi uraian ini pada kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman. Dilansir dari Wikipedia, Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar manusia dalam mempertahankan hidupnya secara fisik. Kebutuhan ini menjadi tumpuan bagi tingkatan-tingkatan kebutuhan dasar lainnya. Kebutuhan dasar tingkatan pertama ini harus dipenuhi sebelum memenuhi kebutuhan tingkatan lainnya. Contoh dari kebutuhan fisiologis, seperti kebutuhan pokok: sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan yang muncul setelah kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman ini diantaranya adalah rasa aman fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan dan kebebasan dari daya-daya mengancam seperti kriminalitas, perang, terorisme, penyakit, takut, cemas, bahaya, kerusuhan dan bencana alam. Serta kebutuhan secara psikis yang mengancam kondisi kejiwaan seperti tidak diejek, tidak direndahkan, tidak stres, dan lain sebagainya. Kebutuhan akan rasa aman berbeda dari kebutuhan fisiologis karena kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi secara total. Manusia tidak pernah dapat dilindungi sepenuhnya dari ancaman-ancaman meteor, kebakaran, banjir atau perilaku berbahaya orang lain.
Jika dikaitkan dengan konsep hierarki kebutuhan Maslow yang diatas, masyarakat melakukan panic buying karena kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman mereka yang amat besar. Kebutuhan fisiologis yang dimaksudkan merupakan kebutuhan pokok dan kebutuhan akan rasa aman itu adalah barang-barang untuk mencegah persebaran virus corona, contohnya itu hand sanitizer, masker, dan disinfektan. Kebutuhan-kebutuhan yang berlebihan ini terjadi karena adanya informasi dari sumber-sumber yang tidak terpercaya serta masyarakat mendapatkan dan memahami informasi secara tidak menyeluruh atau tidak lengkap, kemudian munculah kekhawatiran. Itulah penyebab-penyebab yang mengakibatkan terjadinya panic buying yang marak saat ini.
Berbicara tentang kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman secara berlebihan sebenarnya bisa dikurangi dengan memenuhi kebutuhan atas dasar yang memang perlu atau butuh saja. Jadi, kita memenuh kebutuhan dasar kita secara cukup. Pernyataan saya ini cocok dengan konsep smart buying. Cerdas belanja/smart buying merupakan cara membeli keperluan yang memang sangat dibutuhkan dalam jumlah cukup untuk orang atau keluarga selama waktu tertentu yang rasional atau sesuai kemampuan (TribunJakarta, Dicky Palupessy).
Terlepas dari masalah kebutuhan yang berlebihan, tentu kita tidak dapat menafikan jika informasi yang diterima oleh masyarakat memberi andil yang cukup besar terhadap masalah kelangkaan kebutuhan dasar itu sendiri. Informasi menjadi cikal bakal yang mempengaruhi perilaku sosial individu-individu dalam bermasyarakat. Masalah informasi ini bisa diatasi dengan, masyarakat mencari informasi dari sumber-sumber yang terpercaya dan memahami informasi tersebut secara holistik atau menyeluruh.
Akhirnya dapat kita simpulkan bahwa kelangkaan kebutuhan dasar pada masa pandemi ini disebabkan oleh informasi yang diterima oleh masyarakat secara tidak menyeluruh yang mengakibatkan kekhawatiran. Kekhawatiran ini juga mengakibatkan kebutuhan fisiologis dan rasa aman yang berlebihan serta menimbulkan panic buying . Tindakan preventif yang bisa dilakukan, yaitu dengan mencermati informasi secara keseluruhan yang terdapat pada sumber-sumber yang tervalidasi dan menjalankan konsep smart buying.
Untuk terakhir, saya mengutip kutipan dari dosen saya Sopian Tamrin, “Kita tidak bahagia karena begitu banyak keinginan yang ingin kita penuhi. Begitu banyak derita saat ini karena begitu banyak keinginan bukan karena kebutuhan. kebutuhan sudah ditentukan kadarnya, tetapi keinginan yang selalu tidak ada batasnya”
Terima Kasih
Selamat Membaca
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H