Ketika masih duduk di bangku sekolah menengah dulu, saya kerap menyisihkan sebagian uang saku sekolah untuk ditabung dan kemudian saya belikan barang-barang yang saya sukai. Barang-barang tersebut sebenarnya hanya barang-barang sederhana, tak jauh dari buku-buku, komik, majalah-majalah remaja, dan juga kaset.
Ya, bagi kami remaja-remaja yang tingkat ekonominya masih mbuh-mbuhan, untuk sekadar membeli barang-barang sederhana seperti itu kami harus "tirakat" dulu selama beberapa minggu, bahkan sampai hitungan bulan. Namun, ketika pada akhirnya tirakat itu membuahkan hasil, nikmat yang kami rasakan terasa berkali-kali lipat. Ah, saya jadi teringat kalimat dari Imam Syafi'i yang kurang lebih berbunyi seperti ini:
"Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang."
Setelah duit hasil "tirakat" terkumpul, biasanya saya akan langsung meluncur bersama teman-teman sesama pecinta benda-benda tersebut ke Tunjungan Plaza, sebuah mal yang konon terkenal sebagai mal tertua dan terbesar se-Surabaya. Tunjungan Plaza, atau orang Surabaya sering menyebutnya dengan TP, adalah mal favorit saya dan teman-teman untuk menyegarkan mata.
Sebenarnya, jarak Tunjungan Plaza cukup jauh dari sekolah kami. Untuk menuju ke sana, kami harus naik bus ke terminal Joyoboyo, lalu kemudian oper naik angkot. Namun, karena pada saat itu mal di Surabaya tak sebanyak sekarang, Tunjungan Plaza adalah tempat yang paling recomended untuk jalan-jalan. Suasana dan kenyamanan mal itu masih jauh lebih baik jika dibandingkan mal-mal lain di Surabaya yang jumlahnya masih belum seberapa banyak seperti sekarang.
Tempat yang pasti kami masuki di Tunjungan Plaza hanya berkisar pada 3 tempat, yaitu toko buku Gramedia, toko kaset Disc Tarra, dan wahana permainan semacam Time Zone atau Fun Pollis. Sementara tempat-tempat yang lain jelas tak akan pernah kami masuki lantaran budget yang kami juga tak akan sanggup untuk membeli barang-barang di sana. Oh ya, dari tempat-tempat tersebut, hanya Gramedia dan Time Zone yang masih ada sampai sekarang. Sementara Fun Pollis dan toko kaset Disc Tarra sepertinya sudah gulung tikar.
Gramedia dan Disc Tarra adalah dua tempat yang bisa membuat kami berlama-lama berada di dalamnya. Bukan hanya karena tempat itu sangat menyenangkan bagi kami, tapi juga di kedua tempat itu pula kami harus berusaha keras memilah dan memilih item apa saja yang harus kami beli. Dan ternyata, itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Selalu saja, setiap masuk kedua tempat tersebut kami pasti tergoda untuk membeli item lain yang tak masuk dalam rencana belanja kami sebelumnya. Mau dibeli semua tak akan sanggup, tapi mau diabaikan juga terlalu sayang. Terpaksa kami harus menyortir keinginan kami masing-masing. Di Gramedia, kami akan mencermati baik-baik buku atau majalah apa saja yang akan kami beli.
Di dalam Disc Tarra kami akan mencoba tiap kaset yang kita inginkan di sebuah stand yang bisa digunakan untuk mengecek suara kaset. Bagi "orang-orang lawas" yang sempat menikmati kehadiran Disc Tarra, pasti tahu ada sebuah sudut di toko kaset tersebut yang menyediakan head phone dan pemutar kaset yang bisa digunakan oleh pengunjung untuk mengecek kualitas suara kaset yang akan dibelinya.
Sepulang dari "ritual" dari Tunjungan Plaza tersebut, tak ada aktivitas lain yang lebih menyenangkan bagi saya selain menikmati barang-barang hasil buruan tersebut. Rasanya hampir mirip dengan berbuka puasa setelah sekian lama bertirakat sedemikan rupa untuk mewujudkan keinginan kita. Saya masukkan kaset ke dalam tape recorder di dalam kamar. Tak lama, kamar saya akan menjadi tempat yang sangat berisik.
Saya menikmati alunan lagu-lagu tersebut sembari membuka-buka barang-barang buruan yang lain; buku, komik, dan majalah-majalah. Ah, memang sungguh terasa sekali perbedaan menikmati musik di masa remaja dulu dengan cara saya yang sering saya lakukan sekarang. Tak beda dengan kebanyakan orang jaman sekarang yang menikmati lagu lewat gawai-gawainya, cara menikmati lagu yang ingin saya dengarkan cukup dengan menutulnya di daftar putar, lalu mengalunlah lagu itu dengan begitu mudahnya.