18 Agustus lalu mungkin dilewatkan oleh sebagian orang dengan biasa saja. Ada yang menghabiskan akhir pekannya dengan menonton TV seharian, ada pula yang mengisinya dengan jalan-jalan bersama keluarga tercinta dan ada yang hanya mengisinya dengan tidur untuk mengistirahatkan tubuh yang sudah lelah dengan aktivitas kantor. Lain halnya dengan teman sekampusku yang satu ini. Dia seorang mahasiswi yang umurnya belum genap berkepala dua .Pada hari itu dia akan melaksanakan sebuah pernikahan. Upacara sakral yang mengharuskan pesertanya untuk saling mencintai sehidup semati. Sebuah ibadah yang dapat menyempurnakan separuh agamanya. Pengikatan komitmen kesetiaan yang dibalut dengan ijab qabul. Ya hari itu dia akan melaksanakannya.
Berita menyenangkan itu kudapat lewat jejaring sosial. Saya sendiri tidak begitu mengenalnya. Hanya sering mendengar beberapa teman saya yang membicarakan kepopulerannya. Setahu saya dia pernah menjadi gadis sampul disebuah majalah islami. Untuk masalah kecantikan sepertinya memang tidak diragukan lagi.
Tidak ada kembang api, tidak ada pula dangdut koplo namun sederhana apapun sebuah pernikahan akan tetap istimewa di mata pesertanya. Justru selimut haru menyelimuti kami yang menyaksikan ijab dan qabul. Ayah dari temanku menitikkan air mata. Merelakan anaknya untuk dinikahi lelaki yang kini menjadi suaminya.
Lelaki yang beruntung itu adalah seorang pengusaha tambang batu bara. Temanku baru mengenalnya beberapa hari saja. Pertemuan dua insan tersebut berawal dari silaturahmi antara keluarga besar mereka. Entah topik apa yang dibicarakan sehingga bertemu pada titik yang dinamakan perjodohan. Jelas saja ini bukan perjodohan yang dipaksakan layaknya Siti Nurbaya. Tentunya atas persetujuan dari dua individu yang kini telah bersanding dipelaminan.
Sungguh sebuah roman picisan yang tak pernah disangka-sangka. Silaturahmi membuat cupid melepaskan panah cintanya kepada mereka. Membuat saya memahami bahwa silaturahmi bukan hanya memperkuat jaringan atau networking. Bahwa silaturahmi membuka pintu-pintu rejeki bahkan rejeki dalam bentuk pendamping hidup. Sudah banyak cerita seperti ini beredar lewat mulut ke mulut namun pada akhirnya hanya mereka yang meyakininya saja yang akan merasakan keajaibannya.
Bagi saya pertemuan mereka bukanlah sebuah kebetulan akan tetapi berkah dari indahnya silaturahmi. Pertemuan yang tak pernah diatur sebelumnya. Sebuah pertemuan yang memang dirahasiakan Tuhan. Jika anda ingin merasakan keajaiban, cobalah untuk bersilaturahmi.
~ Tulisan ini saya dedikasikan untuk Nino dan Mimi. Semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warrohmah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H