Mohon tunggu...
Gilang Resha
Gilang Resha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pemuda Bisa

Korban kekecewaan terhadap busuknya Pendidikan di Negara tercinta. Mencari hiburan dengan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pesawat Malaysia, Jokowi, dan Riau. Masih pantaskah kita disebut WNI?

16 Maret 2014   04:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:53 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media massa ramai dengan berbagai hal yang sepertinya lebih menggelegar dari pada mengurus hal kecil, sekecil wilayah Riau di sebelah barat Indonesia tepatnya di pulau Sumatra. Riau bagi orang awam hanyalah sebuah provinsi kecil yang berada di “daerah”. Bukan provinsi yang cukup terkenal seperti Ibukota, daerah istimewa dan sebagainya. Namun ingat juga bahwasanya sejarah mencatat Riau sebagai tempat dimana bahasa Indonesia dilahirkan. (Cakrawala Media : “Belajar Bahasa Indonesia” hal.1) menuliskan bahwa “Bahasa Indonesia yang sekarang ini menjadi bahasa nasional berasal dari bahasa Melayu dialek Riau. Pada saat itu, bahasa Melayu digunakan sebagai lingua franca di seluruh nusantara. Hal itu merupakan salah satu factor penting yang menyebabkan bahasa Melayu Riau diterima sebagai bahasa nasional” Jelas sejarah menuliskan Riau tak hanya sebagai provinsi kecil tanpa prestasi. Bukankah “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah”. Apakah kita sekarang merupakan bangsa yang kecil? Sekecil otak kita dan sekecil provinsi Riau?

Jika kalian pemuda, apa isi sumpah kalian setiap tanggal 28 Oktober? Lupakah sumpah ke-3 yang kalian ucapkan? “Menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Nampaknya pemuda sekarang juga tak peduli dengan Sumpah Pemuda. Kualitas pendidikan yang diberikan sekolah semakin membusuk dan menjauhkan generasi muda dari ikut campur masalah politik. Pendidikan sekarang hanya menciptakan pemuda Indonesia yang apatis dan kurang cinta kepada tanah air. Menciptakan calon generasi bangsa yang mudah disetir dan dimonitor oleh para penjilat.

Untuk media massa, bisakah sejenak saja tolong kalian berhenti ngurusin pesawat Malaysia? atau Jokowi nyapres? Negara tak hanya butuh figur atau tokoh, serta sekedar cari muka untuk negara tetangga. Negara ini sedang “dilema” baik fisik dan moralnya. Harusnya kalian belajar lagi kepada sejarah. 1 Provinsi saja kalian telantarkan maka perlawanan masyarakat daerah akan kembali bermunculan. Tragedi 65, Timor Leste, dan ormas-ormas yang menolak bersatu dengan Indonesia semakin membabi buta melihat perlakuan kalian hanya dengan menelantarkan Riau. Hal terburuk yang akan terjadi tak hanya masalah daerah, jajaran pemuda dan mahasiswa peduli bangsa mampu mengibarkan kembali bendera perlawanan.

Ayolah sejenak kita singkirkan debu yang masih melekat. Sejenak kita peduli kepada saudara kita setanah air yang sedang tersiksa oleh asap beracun di Riau. Jangan hanya menjadi Indonesia yang telah tertulis di setiap lirik Ebiet G. Ade. Bahkan setiap lagu yang ia sumbangkan untuk negeri merupakan pukulan bagi sejarah Indonesia. Sedangkan untuk politik dan pemerintahan, Iwan Fals telah mewakili. Kita Indonesia, bukan negara boneka yang dipermainkan oleh tokoh diberi baju dan didandani hanya sebagai pencitraan. Ingat bahwa demokrasi berasal dari rakyat, kepada rakyat, dan untuk rakyat. Jika rakyat saja tak peduli kepada sesama rakyat, jangan pakai lagi kata Demokrasi!

Link gambar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun