Mohon tunggu...
Hts. S.
Hts. S. Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Tak bisa peluk ayahmu? Peluk saja anakmu!" Hts S., kompasianer abal-abal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Obat Alternatif Kampung, yang Masuk Akal dan yang Meragukan

10 Maret 2014   18:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:05 2274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Obat Alternatif Kampung, yang Masuk Akal dan yang Meragukan

Keterbatasan di kampung, telah melahirkan kearifan-kearifan kampung. Termasuk dalam hal obat-mengobati.

Walaupun klinik dan puskesmas merupakan tempat yang tidak dijumpai di kampungku (dahulu kala), bukan berarti penyakit menjadi tidak ada waktu itu. Ketiadaan klinik dan puskesmas bukan karena kurangnya permintaan pengobatan penyakit, tetapi karena masih kurangnya pemerataan pembangunan. Karena itu, penduduk kampung mencari cara sendiri untuk mengobati berbagai penyakit, yang namanya pun dibuat sendiri secara kampung.

Berikut adalah obat-obat di kampungku, yang sebagian menurutku masuk akal, sebagian agak saya ragukan (sekarang, karena saya pun sudah ke kota).

Jigong, Obat Luka Dipatil Lele

Anda pernah dipatilk ikan lele? Kalau dipatil ikan lele yang dipanen dari empang mungkin sakit juga. Tapi itu tidak seberapa sakit, jika  dibandingkan yang mematil adalah lele dari sawah atau dari sungai (alam liar). Patilan lele bisa membuat nyut-nyutan dan demam. Panas dingin. Ngalian mohop kata orang kampungku.

Bagaimana kami dulu mengatasi sakit dipatil lele? Caranya dengan mengambil kotoran gigi (jigong?). Kotoran gigi itu dioleskan ke lubang bekas dipatil lele. Itulah obatnya.

Rambang-rambang dan Bunga-bunga Paet, Obat Penghenti Pendarahan Karena Luka

Saya tidak tahu bahasa Indonesia-nya rambang-rambang ini. Jadi dahulu, memasak menggunakan kayu bakar. Di atas tungku dibangun semacam para-para, atau rak. Di rak tersebut disusun kayu bakar yang sudah kering, agar tetap kering dan enak untuk digunakan memasak. Memasak dengan kayu bakar yang kurang kering merupakan penderitaan bagi petugas memasak. Air mata karena asap dan nafas habis untuk meniupnya, bisa meningkatkan tensi dan berakhir dengan marah-marah. Rak tersebut dinamakan salean. Di salean ini sering bergelantungan kotoran hitam (seperti jelaga). Itulah rambang-rambang. Kalau tangan berdarah tersayat saat bikin jobang (sangkar burung), tempelkan saja rambang-rambang, dasyat, darahnya bisa berhenti.

Selain rambang-rambang, ada juga obat herbal penghenti pendarahan. Namanya bunga-bunga paet. Saya tidak tahu bahasa Indonesia-nya, apalagi bahasa Latin-nya. Kalau anda berkendara dari Parapat menuju Tarutung, di pinggir jalan banyak ditembukan tumbuhan tersebut.

Ambil beberapa helai daun bunga-bunga paet, lalu ludahi di atas telapak tangan. Remas-remas sampai keluar sarinya berwarna hijau pekat. Teteskan ke atas luka, atau tutupkan sekalian remasan daun tersebut ke atas luka. Kalau tak terlalu parah lukanya, maka darah akan segera berhenti.

Membalik Sipu-sipu, Obat Cegukan

Cegukan walau bukan termasuk penyakit yang parah, tetapi mengganggu juga. Bagi pendengar cegukan saja sudah mengganggu, apalagi bagi si penderita.

Kalau ada anak kecil cegukan, untuk menghentikannya maka kepadanya dituduhkan sebuah tuduhan palsu. “Kau baru curi garam dari warung itu ya….” misalnya begitu kita tuduhkan ke dia. Lalu dia akan kaget dan membantah habis-habisan, karena memang dia tak mencuri garam. Saat dia kaget, cegukannya berhenti.

Trik ini tidak bekerja jika si penderita sudah agak besar. Apalagi sudah dewasa. Kecuali kalau KPK yang menuduh, mungkin bukan hanya cegukan yang berhenti, bisa pingsan juga barang itu.

Membalikkan sipu-sipu (bekas kayu bakar yang belum habis terbakar); ujung hitam (arang) ke bagian luar dan sisa kayu yang belum terbakar diarahkan ke tengah tungku, diyakini bisa menghentikan cegukan.

Pengobatan lainnya? Nanti di halaman-halaman berikutnya.

Ini baru halaman pertama.

Selamat siang kawan…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun