Mohon tunggu...
Hts. S.
Hts. S. Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Tak bisa peluk ayahmu? Peluk saja anakmu!" Hts S., kompasianer abal-abal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Marpollung, Seni Negosiasi a la Kampungku

7 Februari 2014   11:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:04 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Negosiasi, ketrampilan yang paling sulit kukuasai. Dalam sebuah negosiasi saya lebih sering kalah. Misalnya negosiasi harga di pasar, pasti saya kalah. Kalau tidak kalah, bisa jadi tidak deal dan saya pulang dengan tangan hampa dari pasar. Karena itu saya lebih suka beli sesuatu yang ada label harganya tanpa negosiasi.

Buku-buku tentang negosiasi yang kubaca tak banyak membantu. Ibarat belajar silat atau karate waktu kecil, pas berkelahi semua jurus lupa, yang lahir hanya jurus tak berarah yang diakhiri dengan marsiranggut - gulat, yang malah tak dipelajari.

Dalam kehidupan orang kampungku, sebenarnya sudah ada ilmu negosiasi. Walau tak dibukukan, tapi sudah dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Ada ujaran "sae do utang alani hata" - hutang bisa lunas karena perkataan semata. Tinggal bagaimana kita menyampaikan perkataan itu. Seni menyampaikan perkataan untuk menyelesaikan permasalahan antar pihak disebut Marpollung.

Marpollung yang masih bisa mudah dijumpai pada prosesi melamar seorang gadis. Untuk melamar seorang gadis yang akan dijadikan istri, ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Tahapan ini tentulah diawali dengan bertemunya seorang pemuda dengan pemudi, dan mereka bersepakat untuk menaikkan derajat hubungan mereka untuk berkeluarga. Kehendak serius itu akan disampaikan kepada orang tuanya, untuk di-follow up dengan pembicaraan pendahuluan yang disebut marhori-hori dingding.

Dalam tahapan marhori-hori dingding dibicarakan kira-kira apa yang dikehendaki oleh kedua belah pihak, utamanya ialah jumlah tuhor atau sinamot - mahar. Para juru bicara akan mengeluarkan jurus-jurusnya. Juru bicara dari pihak perempuan biasanya akan membuat kuncian berupa "pujian" terhadap marga pihak laki-laki. Kalau dibahasa Indonesia-kan kira-kira begini kunciannya: "kami sudah tahu dari jaman dahulu bahwa marga "x" (marga si laki-laki) adalah terkenal kaya raya dan baik hati, kami yakin akan memberi permintaan kami sejumlah sekian-sekian"

Lalu juru bicara pihak pria akan mengeluarkan jurus guna keluar dari kuncian itu, kira-kira begini: "benar dahulu memang begitu ceritanya, tapi pada masa penjajahan Jepang semua kuda, kerbau dan ternak lainnya sudah habis diambil penjajah, kami menyampaikan permohonan, kami yakin marga "y" adalah marga yang baik, kiranya permohonan ini hanya sekali saja dan kami bisa memberikan sekian-sekian"

Begitu sekilas potongan negosiasi dalam acara marhori-hori dingding untuk mendapatkan kesepakatan awal. Kesepakatan awal ini akan dibawa ke pertemuan yang lebih tinggi dengan melibatkan lebih banyak pihak, disebut Patua Hata. Kesepakatan yang dibuat dalam acara Patua Hata sudah bersifat mengikat, ditandai dengan berjalannya tanda ingot-ingot. Semua kesepakatan ini akan dijalankan pada saat hari H pesta pernikahan.

Begitulah sekilas mengenai marpollungyang penerapannya bisa diimplementasikan di berbagai bidang kehidupan.

---selamat siang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun