Lebih Milih Mati daripada Menulis
Judul itu terlalu bombastis, seperti bermaksud menarik pembaca. Padahal pembaca sekarang sudahlah cerdas-cerdas, apalagi yang telah menyandang gelar kompasianer. Bagi kompasianer, judul dan kemasan bukan “sesuatu” banget, tetapi substansilah yang terpenting. Kadang-kadang!
Kemarin sore, sambil mengetik-ngetik tugas tulis menulis, di atas karpet bergambar “Naruto” yang sudah lusuh, saya menonton satu acara di satu stasiun televise yang didominasi warna biru. Anda tahu kan tivi apa itu? Nah, acara itu adalah Stand Up Comedy, kalau tidak salah “Tribute to Pepeng”. Jadi mengenang Pepeng, pembawa kuis “Jari-jari” yang baru saja berpulang. Beberapa cuplikan siaran bersama Pepeng ditayangkan, lalu diselingi penampilan komika.
Diantara komika yang tampil, salah satunya adalah Mongol. Seperti komika lain, diapun bercerita tentang almarhum Pepeng. Salah satu yang membuat dia salut, adalah kegigihan dan kesabaran seorang Pepeng, di dalam keadaan sakit yang dideritanya, dia masih tetap berkarya, tetap semangat. Hebatnya, lanjut Mongol, walaupun sakit, Pepeng masih bisa menulis buku. Menulis!
Mongol menyebutkan bahwa menulis adalah pekerjaan yang teramat sulit. Baginya, tidak seperti lancarnya dia berbicara di panggung. Dengan hiperbolik, Mongol mengatakan, lebih milih mati daripada disuruh menulis. Menurutku, Mongol masih dalam konteks komedi, karena tak mungkinlah dia memilih mati. Lebih baik menulis macam begini saja kan?
Selamat menulis teman-teman!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H