Mohon tunggu...
Hts. S.
Hts. S. Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Tak bisa peluk ayahmu? Peluk saja anakmu!" Hts S., kompasianer abal-abal

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Datsun, Mobil Impian dari Masa Kecilku

19 September 2014   18:01 Diperbarui: 18 Juni 2015   15:52 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Impian. Satu kata yang paling melekat di masa kanak-kanak. Masa kecil, masa dimana waktu lebih banyak dinikmati untuk bermain. Di kampung? Bekerja juga bagian dari bermain. Katakanlah menggembala ternak, itu memang pekerjaan, dan sudah menjadi kegiatan bermain, toh di kampung tak ada arena khusus bermain. Memacu kerbau menjadi alternatif. Taruhannya bisa setumpuk rumput.

Pernah ku memelihara impian yang sangat tinggi dalam arti harafiah. Membaca buku tentang bintang-bintang dan angkasa luar yang kutemukan di peti buku-buku opungku, kubermimpi jadi astronout. Mimpi yang ketinggian dan tak cocok, kusadari setelah SMA. Masuk kelas IPA, tak membuatku mudah menguasai ilmu Fisika, tak jauh beda juga dengan Matematika, hanya pas-pasan. Maka setelah SMA saya tak punya mimpi yang spesifik lagi.

Hingga tahun 2013, saya mendengar nama Datsun. Ya Datsun, di kampungku dilafalkan jadi "Daccun". Waktu ku kecil, salah satu kegiatan paling menarik dan penuh pengharapan adalah "Manomu Paronan". Dalam ceritaku "Manomu Paronan" yang terposting di Kompasiana, Datsun menjadi sosok yang ditunggu-tunggu. Datsun yang kami panggil "daccun" merupakan angkutan untuk penduduk dari desa ke ibukota kecamatan, dimana ada pasar pekan.

Kiprah Datsun di kampungku begitu lekatnya. Sehingga mobil kecil (di kampung kami sebut "motor") selalu dinamai "Daccun". Mobil sama dengan "Daccun".

Beberapa kali setahun, kami punya kesempatan naik "Daccun". Saat tahun ajaran baru, untuk membeli seragam sekolah ke pasar, dan saat menjelang Natal untuk membeli baju baru. Saat itulah kami berkesempatan menikmati si Daccun itu, walau tak bisa duduk karena oleh Ibu disuruh berdiri atau dipangku, tujuannya tak lain tak bukan agar tak bayar ongkos.

Saat ini, setiap melihat Datsun Go Panca lewat, saya senang rasanya. Teringat masa kecilku dahulu. Teringat kiprah si Daccun yang telah melayani penduduk kampungku, bahkan ketika jalan-jalan belum dilapisi aspal, ketika jalan seringkali berlubang, menurun tajam, berkelok, menanjak, dan dihiasi tebing serta jurang di sisi-sisinya, si Daccun telah setia, hingga suatu hari dia hilang tak berkabar. Tapi kini dia kembali lagi kesini.

Datsun, kapan kau bisa ada di garasi rumahku?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun