Dangdut Tidak Merdeka Hari ini
Puncak lomba peringatan HUT ke 69 Republik Indonesia hari ini di komplek perumahan kami adalah penilaian terhadap 6 tumpeng dari kelompok ibu-ibu yang masing-masing beranggotakan 10 ibu. Tumpeng dengan thema HUT Republik Indonesia itu telah berhasil dinilai oleh 3 orang juri dari internal komplek. Dengan syarat dan ketentuan yang sudah diterima bersama bahwa keputusan mereka adalah sah dan tidak bisa digugat ke mana pun termasuk ke MK (dalam hal ini Mahkamah Komplek, jika itu ada).
Kebetulan yang menjadi pemenang pertama adalah kelompok ibu-ibu dari Blok saya dimana salah satu anggotanya adalah istri saya sendiri. Lumayan terbayar hilangnya kemerdekaan saya sehari ini karena dengan sengaja kemerdekaan itu saya berikan kepada istri untuk bisa berperan aktif dalam menyiapkan tumpeng dari kelompok mereka. Saya seharian menjaga kedua anak kami, tentu sesekali dipantau juga oleh istri saya.
Setelah diumumkan juara tumpengan, semua warga pun diundang untuk makan bersama, menikmati keenam tumpeng yang ikut lomba tersebut.
Seperangkat sound system dan organ tuggal sudah terpasang dari pagi hari di pusat komplek, tempat lomba dilangsungkan. Begitupun biduanita dangdut sudah siap menghibur warga. Biduanita yang tampil ini berpakaian relatif formil, tidak seperti biduanita dangdut biasanya, yang kita lihat di televisi atau di acara dangdutan di VCD yang sering diputar di bus AKAP kalau naik dari Cikampek menuju Jakarta.
Goyangannya pun sangat halus, pinggulnya hanya bergoyang sekira setengah centi meter ke kiri dan ke kanan, tidak ada hentakan pinggul apalagi dada. Mirip goyangan irama jazz, tapi musiknya dangdut, lagunya goyang oplosan dan bang jali serta minyak wangi.
Perilaku bapak-bapak pun sangat terkontrol. Tidak ada yang ikut joged. Tidak ada yang menatap si biduanita dengan rasa merdeka. Mimik ditahan sedemikian rupa, seolah tak ada biduanita dangdut disana. Hanya sesekali menoleh, atau melirik dengan sudut mata yang sangat terbatas. Sementara ibu-ibu membuat beberapa kelompok tak jauh dari kelompok bapak-bapak yang berdiri kaku.
Tapi bocah-bocah generasi penerus bangsa di komplek kami sangat merdeka hari ini. Mereka antusias mengikuti semua lomba yang diselenggarakan oleh Karang Taruna. Mulai dari lomba membawa bendera sampai sepeda hias. Dan pada malam pengumuman pun mereka bebas berjoged ria bersama biduanita dangdut itu.
Rasanya, dangdut tidak merdeka hari ini…tapi anak-anak sungguh merdeka.
Salam dangdut
Salam sepuluh jari…
Dirgahayau Republik Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H