Mohon tunggu...
Hts. S.
Hts. S. Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Tak bisa peluk ayahmu? Peluk saja anakmu!" Hts S., kompasianer abal-abal

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

BtR#3: Menunggu Spradley dari Jogja dan Filsafat Gundu

26 Agustus 2015   17:56 Diperbarui: 26 Agustus 2015   18:43 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

BtR#3: Menunggu Spradley dari Jogja dan Filsafat Gundu

Libur kuliah, sebulan lebih. Libur juga diri ini menulis. Berketepatan dengan pengunduran diri terbatas dari Kompasiana, tidak menulis artikel. Saya seolah sengaja melupakan nasihat Dosen saya, menulis itu harus terus dilakukan, rutin, sebab kalau berhenti, maka akan sulit memulainya. Belajar menulis adalah menulis itu sendiri. Mirip nasehat Spradley dalam salah satu tulisannya yang kubaca di e-book, belajar etnografi adalah melakukan etnografi itu sendiri.

 

Alhasil, sebulan tugas menulis saya tidak mengalami kemajuan. Tidak ada perbaikan sebagaimana sudah diinstruksikan Dosen saya pada pertemuan terakhir kami sebelum liburan. Saran perbaikan itu sudah saya catat dengan baik, tapi belum kulakukan. Kumenunggu besok-besok, tarsok kata tukang tagih. Apa yang dikatakan Dosenku terbukti, saya kesulitan memulai, bahkan sepertinya kehilangan jejak. Terpaksa dibaca ulang dari awal lagi.

Meninggalkan Kompasiana juga ternyata tak membantu. Rasanya semakin ditinggal, semakin kaku tangan ini dalam menulis, ide tak ada walau dipaksa. Jadi terkenang saat main kelereng - gundu di kampung dulu. Jari tangan harus dilenturkan dulu, agar bisa melakukan bidikan gundu bisa tepat mengenai sasaran, agar bisa menempatkan gundu pada posisi yang diinginkan. Untuk melenturkan jari membutuhkan waktu beberapa saat pemanasan, sampai jari mencapai kondisi yang dinamai mandauk, sebuah kondisi dimana jari sudah sangat lentur, seperti busur panah. Mungkin menulis juga seperti itu, di Kompasiana bisa pemanasan, tidak perlu takut salah.

Kini sambil menunggu Spradley terjemahan dari Jogja (di Jakarta tidak ketemu), saya mulai menulis tugas lagi, setengah halaman lumayan hari ini. Setelah menurunkan tiga artikel di Kompasiana sebagai pemanasan, rupanya memancing minat menulis saya kembali. Ada sedikit ide yang mampir. Nyambung juga.

Besok rencananya mengunjungi toko buku di Kwitang, ambil Pustaha Tumbaga Holing di Gunung Mulia, sudah pesan, katanya tinggal dua, harus cepat-cepat diambil. Bersama anak dan istri biar tambah seru. Mudah-mudahan Pustaha Tumbaga Holing tidak membuat saya menjadi dukun, datu, sebab bukan itu tujuannya.

Selamat berlibur teman-teman, selamat berseminar di kampung Pak JK.

Sampai ketemu di Jakarta…Miss u all.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun