Mohon tunggu...
Hts. S.
Hts. S. Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Tak bisa peluk ayahmu? Peluk saja anakmu!" Hts S., kompasianer abal-abal

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mandasor, Awal Rumah Tangga

12 Februari 2014   12:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:54 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13921814311667471241

Mandasor, Awal Rumah Tangga

--

Ada ujaran “sala mandasor, sega luhutan” yang bermakna “salah dasar, maka ke depannya akan rusak juga”.

--

MARDEGE, sebuah tahapan dalam prosesi memanen padi di kampung. Padi yang menguning dan siap dipanen, terlebih dahulu disabi – dipotong batangnya sekitar 30 cm dari pangkal. Padi-padi tersebut ditumpukkan dalam tebalan-tebalan yang kemudian disatukan di satu tempat berbentuk lingkaran donut yang disebut luhutan. Padi disusun sedemikian rupa, batangnya kea rah luar linkaran, bulir-bulir padi ke arah dalam lingkaran. Untuk membentuk luhutan dibutuhkan dasor – dasar yang kuat. Membuat dasor disebut mandasor, pekerjaan fondasi kalau kata orang teknik sipil. Dengan dasor yang kuat maka susunan batang padi yang membentu donut itu akan kuat, tidak longsor dan tidak mencong. Luhutan biasanya akan didiamkan selama kurang lebih seminggu untuk kemudian dirontokkan bulir-bulir padinya dengan cara mardege. Sebuah tiang melengkung biasanya dari bambu ditancapkan untuk pegangan orang-orang yang mardege. Bulir-bulir padi dirontokkan dengan cara menginjak batang padi, dengan kaki telanjang. Karena itu dibutuhkan kaki yang kuat. Teknik Mardege itu mirip dengan teknik pijat Shiatsu.

[caption id="attachment_311644" align="alignnone" width="300" caption="teknik Mardege mirip dengan pijat Shiatsu (gambar: kabargress.com)"][/caption]

MANDASOR, juga digunakan untuk menggambarkan keluarga muda yang baru membentuk rumah tangga. Hal ini biasanya ditandai dengan banyaknya keterbatasan, baik kemampuan ekonomi dan kemampuan sosial lainnya. Sebelum mandasor, pasangan muda terlebih dahulu dibekali nasehat-nasehat dari sanak saudara, yang pada intinya mereka akan mengatakan bahwa “tidak ada istilah tamat dalam pengelolaan rumah tangga, belajarlah sepanjang masa” kira-kira seperti itu. Kemudia pasangan muda baru menikah itu akan dipajae­ ­– dimandirikan untuk mengurus sendiri rumah tangganya. Dulu paling dibekali sepetak sawah, sehelai tikar dan seperangkat perabotan rumah tangga yang sederhana. Kalau perantau, biasanya sebelum menikah mereka sudah mempersiapkan diri, jadi bekal yang diberikan orang tua hanyalah nasehat dan doa. Kalaupun ada seperangkat perabotan, itu hanya didorong oleh kerinduan si orang tua untuk memberangkatkan anak-anaknya mengarungi rumah tangga yang baru.

Sampai hari ini saya masih dalam proses mandasor. Membina keluarga yang masih muda. Anak-anak masih kecil.

Dulu baru menikah, dalam masa hepi-hepinya, saya dan istri pergi ke sebuah mall. Maksud kami mau membeli kursi – sofa untuk rumah mungil kami, yang BTN alias “bangunan taksepenuhnya normal” itu. Kami tertatarik dengan satu set sofa minimalis yang dipajang di sebuah stand. Kami pun mendekati dan menanyakan harganya. Pertimbangan kami, untuk rumah yang minimalis dalam arti sebenarnya, kursi sofa ini tentu akan cocok. Kami pun sepakat dengan penjualnya.

Malamnya, si sofa minimalis diantar ke rumah. Terjadilah masalah, sofa tersebut sulit menembus pintu rumah, kebesaran. Dengan usaha miring kiri – miring kanan, si sofa masuk ke ruang tengah, dan seketika memenuhi ruang tengah tersebut. Dia kelihatan menjadi membesar tak seperti waktu dipajang di mall. Jadi jangan percaya pandangan minimalis di sebuah mall. Ingatlah rumah anda tak seluas mall. Terkecuali bagi kawan-kawan yang sudah lepas dari mandasor mungkin sudah lebih luas huniannya.

Karena sudah dibeli, kami pun harus menerima. Kami mencari berbagai alasan untuk rela dan merasa senang dengan pilihan sofa tersebut. Sofa itu masih sehat sampai sekarang memenuhi ruang tengah rumah kami.

Kisah ini teringat kembali karena kemarin saya dapat broadcast dari teman berupa link dari kaskus.com. Temanku itu sebenarnya sudah melewati tahapan mandasor. Dia menawarkan satu set meja makan yang belum terpakai, masih dibungkus plastik. Alasannya, ternyata meja itu tidak muat di ruang makan mereka. Lalu dia juga menawarkan sebuah spring bed yang second. Daripada beli yang baru dari toko, barangkali yang sekenan dan masih bagus dengan harga miring bisa membantu saving keluarga. Kami tidak bisa membeli perabotan tersebut, karena sofa minimalis yang kebesaran itu sudah memenuhi rumah.

Barangkali ada kompasianer yang berminat, silahkan kunjungi lapaknya di sini.

Selamat siang…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun