Lagu anak-anak yang bertanya tentang pencipta keindahan pelangi tentu sudah tidak asing lagi bagi Kompasianer yang pernah kecil di Indonesia.
Lagu anak memang dulu sarat pesan-pesan yang mendidik anak-anak. Sekarang lagu-lagu tersebut sering diputarkan di tape tukang odong-odong yang mangkal sore hari di pemukiman.
--
Setelah berputar sekali di daerah Carita kembali ke Anyer, sebelum tengah malam kami menemukan satu penginapan yang cocok untuk keluarga besar. Di tepi pantai yang berpasir putih, dihiasi beberapa karang. Peristiwa matahari terbenam, tak sempat kami saksikan sore itu karena dia sudah menyelinap ke peraduannya, sementara kami masih mencari penginapan yang pas.
Pagi yang cerah.
Kubangunkan putraku Hasian yang dari tadi malam tidur berpelukan denganku. Kugendong dia ke teras yang didominasi kayu bercat coklat tua. Langit-langitnya sebagian somplak, nampaknya dibongkar karena ada sarang lebah. Di beberapa sudut nampak serbuk kayu termakan rayap.
Angin pagi sejuk.
Beberapa orang nampak menikmati pantai di hadapan kami, seratus meter di depan.
"Ayo lihat laut bang..." kupakaikan sepatu putraku.
Deburan ombak menghempas pantai. Putraku menutup telinganya. Dia mungkin takut mendengar suara itu.
"Jangan takut bang, itu ombak, laut kayak di Ancol itu lho...." kutuntun tangannya agar dia berani mendekati bibir pantai, menyentuh air yang akan kembali ke kaki langit. Dia ragu melepas tangannya dari telinga. Kulepas sepatunya dan menaruhnya di bawah pohon kelapa. Lalu kami mulai berlari kecil di bibir pantai.