Mohon tunggu...
Hts. S.
Hts. S. Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Tak bisa peluk ayahmu? Peluk saja anakmu!" Hts S., kompasianer abal-abal

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Penegakan Hukum, Cinta, Antara Opungku Dibanding KPK

9 Februari 2015   16:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:33 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penegakan Hukum, Cinta, Antara Opungku Dibanding KPK

Ini tidak ada hubungannya dengan perayaan Valetine yang sudah dekat. Apalagi konon ceritanya, acara Valentine seringkali dirayakan dengan “berlebihan” oleh muda-mudi yang belum berpasangan resmi dengan “cinta yang berlebihan” di luar norma-norma yang diterima masyarakat umum. Saat mereka lebih mengekspresikan cinta dengan kontak fisik. Entah benar atau tidak kabar tersebut, saya belum pernah mengeceknya.

Saya bukan juga berlatar belakang hukum. Jadi hukum yang saya maksud disini adalah peraturan yang harus dipatuhi, dan kalau tidak dipatuhi maka akan mendapat sanksi berupa hukuman.

Karena saya juga bukan pakar cinta, maka cinta yang saya maksud disini adalah kasih sayang, perlindungan, pembinaan, dan tindakan lain untuk memastikan pihak yang dicintai berada dalam keadaan baik.

Bagaimana opungku menegakkan peraturan?

Dulu waktu kecil – masih anak SD – saya diasuh oleh opung (kakek-nenek). Opung boruku (nenekku) seorang pensiunan guru Sikola Meses (sekolah perempuan jaman Belanda), menerapkan banyak peraturan kepadaku, beliau menyebutnya disiplin. Diantaranya kuku tidak boleh panjang, rambut tidak gondrong (jangan kena telinga), berdoa sebelum dan sesudah makan, peraturan jam bermain, dan lain-lain.

Suatu hari di musim hujan seperti saat ini, saya pernah melanggar jam bermain. Karena asyik membuat gubuk-gubukan dari dedaunan semak-semak bersama seorang kawan yang juga paman saya, lupalah saya kalau waktu sudah sore. Saya pulang ke rumah dalam keadaan basah kuyup dan sudah lewat batas jam bermain. Di perjalanan pulang, saya sudah ketakutan, menanti hukuman dimarahi opung. Opung tak pernah menghukum fisik, hanya memarahi, dan itu sudah cukup membuat saya menangis sesenggukan.

Sesampainya di halaman rumah, kulihat opungku berdua sudah menunggu di ruang tengah. Pintu dibiarkan terbuka, mereka melihat ke arah halaman. Pasti sedang menungguku dengan rasa was-was.

Opung boruku bertanya dari mana, sambil mengeringkan tubuhku yang sudah basah kuyup dengan handuk. Membaluri tubuhku dengan minyak kayu putih. Setelah lengkap pakai baju saya pun disuruhnya makan. Tak dimarahinya saya.

Selesai makan, baru opungku “memarahi”ku. Menanyakan apa saya yang saya kerjakan, kenapa sampai basah, kenapa telat pulang. Terus diakhiri peringatan agar tak diulang lagi seperti itu.

Peristiwa itu membekas di hatiku sampai sekarang setelah puluhan tahun berlalu. Ketika kemudian saya diberitahu alasannya tidak memarahiku sebelum makan, karena beliau menjaga agar saya tidak sakit, jadi harus makan dulu. Kalau dimarahi dulu baru disuruh makan, kemungkinan tidak mau makan dan bisa sakit.

Itulah yang kunamakan salah satu bentuk cinta dari opungku. Bagaimana dengan opung-mu kawan? Ada ceritanya kan?

Bagaimana KPK menegakkan hukum?

KPK tentu sebagaiman diceritakan di berita-berita, termasuk lembaga yang paling dipercaya saat ini. Tumpuan harapan pemberantasan korupsi. Sudah berapa banyak pejabat yang dimasukkan oleh KPK ke penjara, karena terbukti korupsi.

Lahirnya KPK dan segala upayanya dalam pemberantasan korupsi, adalah salah satu bentuk cinta kepada nusa dan bangsa. Dengan harapan agar Indonesia bisa maju, tidak digerogoti yang namanya sakit korupsi.

Dalam pemberantasan korupsi, seringkali KPK mendapat perlawanan dari berbagai pihak. Dengan berbagai alasan.

Menurut saya, KPK, dalam hal ini pimpinannya haruslah diisi oleh orang yang arif bijaksana. Agar tindakan yang diambilnya dalam pemberantasan korupsi adalah benar-benar bentuk cinta ke nusa dan bangsa. Cinta kepada Indonesia.

Yang terakhir ini, permasalahan yang menimpa KPK menurut saya juga merupakan andil dari pimpinan KPK yang kurang arif dalam menindak orang yang diduga korupsi. Karena kurang arif itu, maka bukannya menyelesaikan penyakit korupsi, malah sekarang bangsa ini sibuk mengurus KPK dan Polri. Pemimpin dan rakyat sibuk menyelamatkan KPK dan Polri yang kelihatannya sedang sakit. Kalau KPK dan Polri sakit, bagaimana kalian bisa diharapkan menyembuhkan Indonesia yang dijangkiti sakit korupsi ini?

Kalau begini, nanti yang terjadi adalah biaya lain-lain yang timbul karena pemberantasan korupsi malah lebih besar dari uang yang diselamatkan oleh KPK.

Jadi, pimpinan KPK lebih arif-lah dalam menjalankan langkah-langkah pemberantasan korupsi.

Begitulah kira-kira, marilah kita semakin mencintai Indonesia.

Salam hujan basah kuyup.

BKT 9 Februari 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun