Membaca salah satu komentar pada postingan sebelumnya berjudul 'Tahun 2024 Guru Tidak Wajib Mengerjakan Pengelolaan Kinerja PMM?' melahirkan pertanyaan, "Benarkah demikian?"Â
Komentar tersebut kurang lebih tentang guru dipusingkan dengan perencanaan pengelolaan kinerja PMM. Menurut penulis komentar tersebut, guru malah lebih dituntut untuk mengerjakan sesuai target dan dipusingkan dengan target administrasi dari butir kegiatan yang ada di PMM.Â
Lantas apakah komentar tersebut salah? Tentu tidak. Bagaimanapun juga pengalaman seseorang dengan orang lain dalam memanfaatkan fitur Pengelolaan Kinerja ini berbeda-beda. Termasuk juga pemahaman.Â
Tentu tidak salah jika menuliskan komentar berdasarkan pengalaman dan pemahamannya, bukan? Namun, bukan berarti juga harus menyalahkannya atau membenarkannya. Justru harus membalasnya dengan membagikan cerita berdasarkan pengalaman dan pemahaman juga.Â
Tujuannya agar informasi yang ada bisa berimbang karena berasal dari dua sisi yang berbeda. Tidak harus secara frontal meng-counter. Namun, cukup dengan menanggapinya secara hati-hati. Hal ini agar tidak ada kesan menyalahkan seseorang yang sedang mengungkapkan keresahannya.Â
Sebab bisa jadi di luar sana banyak orang menyimpan keresahan yang sama. Bisa jadi juga belum menemukan saluran yang tepat untuk menuntaskan keresahannya itu. Oleh karena itu tulisan ini hadir sebagai penyeimbang komentar dari pengalaman orang lain yang tentu berbeda.Â
Memang seribet itu, ya menyusun perencanaan kinerja dalam Pengelolaan Kinerja PMM ini? Jawabannya ada pada masing-masing individu berdasarkan pengalaman dan pemahaman pastinya.Â
Tentu tidak salah jika ada yang merasa dipusingkan. Namun, bukan berarti yang tidak merasa pusing itu juga paling benar. Sebenarnya keduanya bukan tentang benar atau salah, melainkan sudut pandang yang membuat satu hal menjadi berbeda menurut seseorang.Â
Jika kita melihat dari sudut pandang seseorang yang merasa dipusingkan dengan Pengelolaan Kinerja PMM ini, banyak faktor yang melatarbelakangi.Â
Demikian halnya jika kita menggunakan sudut pandang seseorang yang tidak dipusingkan, pasti ada faktor penyebabnya juga. Faktor penyebab yang muncul tersebut tergantung dari cara seseorang merespons transformasi pengelolaan kinerja yang seolah dipaksakan penerapannya.Â