Mohon tunggu...
Sudomo
Sudomo Mohon Tunggu... Guru - Guru Penggerak Lombok Barat

Trainer Literasi Digital | Ketua Komunitas Guru Penggerak Lombok Barat | Duta Teknologi Kemendikbudristek 2023 | Penulis Buku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Penggerak Korupsi Waktu?

7 Januari 2023   07:53 Diperbarui: 7 Januari 2023   07:53 2791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Lebih lanjut, KBBI juga mendefinisikan tentang korupsi waktu. Apa itu korupsi waktu? Masih menurut KBBI, korupsi waktu adalah penggunaan waktu dinas (bekerja) untuk urusan pribadi. 

Dari definisi di atas, disadari atau tidak, sebagian guru pernah melakukannya. Bukan di sekitar kita saja, melainkan di tempat-tempat lainnya. Tentu jika dibiarkan akan menjadi budaya negatif. Sebut saja oknum ibu guru yang menyempatkan diri belanja di pasar saat jam efektif sekolah. Contoh lainnya adalah oknum pak guru yang menjalankan bisnisnya di luar saat jam pelajaran sekolah. 

Beberapa di antara mereka pasti akan beranggapan tidak apa-apa karena tidak ada jam mengajar. Padahal ada atau tidak ada jam mengajar guru masih terikat dengan jam kerja. Selain itu, pekerjaan guru bukan saja mengajar di kelas, melainkan juga mendidik di sekolah. Artinya ada atau tidak ada jam mengajar, tugas sebagai pendidik tetap melekat selama jam kerja. Bahkan bisa jadi di luar jam kerja terkait pembelajaran ekstrakurikuler. 

Contoh di atas hanya kasus kecil saja. Kenyataannya banyak kasus lain yang kita temui dengan beragam latar belakang dan alasan. Idealnya memang seharusnya hal tersebut tidak terjadi selama jam kerja. Namun, kenyataannya selalu ada upaya pembenaran oleh oknum guru tersebut. 

Lalu bagaimana dengan aktivitas guru yang mengikuti Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP)? Apakah mereka juga termasuk oknum yang korupsi waktu? 

Mengikuti PPGP sejatinya adalah upaya seorang guru dalam mengembangkan diri. Tidak ada kewajiban yang mengikat menyertainya. Mengikuti pendidikan ini adalah panggilan hati untuk melakukan perubahan pendidikan di sekolah sebagai pemimpin pembelajaran. Pendidikan ini sifatnya mandiri, tergantung pengalaman awal mengembangkan diri dan orang lain sehingga bisa lulus seleksi. 

Latar belakang mengikuti pun beragam. Ada sebagian guru yang mengincar ilmu. Namun, tak jarang ada guru yang mengharapkan sebagai jalan menuju jenjang jabatan yang lebih tinggi. Sah-sah saja sebenarnya. Intinya bahwa selama mengikuti pendidikan, guru memasuki tahap belajar dan berbagi lebih luas lagi. Sebagai calon pemimpin pembelajaran, tentu guru penggerak harus bisa memberikan teladan. Termasuk mengelola waktu agar pendidikan yang diikutinya tidak sampai menganggu jam mengajar. Namun, tidak semua semudah itu. 

Pihak penyelenggara PPGP sejak awal telah dengan tegas menyampaikan bahwa program ini tidak boleh sampai mengganggu aktivitas belajar mengajar. Namun, mungkin masih saja ada oknum yang melanggarnya.  Hal ini terlihat dari ahir-akhir ini banyak beredar rumor bahwa guru penggerak sering meninggalkan sekolah. Bukan saja untuk kepentingan terkait perannya sebagai guru penggerak, melainkan juga aktivitas lain yang diperankannya. Baik itu organisasi maupun komunitas. Di NTB sendiri hal ini telah menjadi perbincangan hangat di kalangan kepala sekolah. Rumor ini tentu saja menjadi pertanda waspada bagi peserta PPGP. Menjadi sorotan memang tidak bisa dihindari. Tergantung masing-masing individu menyikapi. 

Toh sebenarnya untuk setiap tugas ke luar sekolah, guru penggerak mengantongi Surat Tugas dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten/kota masing-masing. Sehingga meninggalkan sekolah pun menjadi sah. Artinya guru penggerak tidak melakukan korupsi waktu. Namun, kondisi seperti ini kadang dimanfaatkan sebagai senjata oleh oknum guru penggerak. Kesempatan ke luar sekolah dimanfaatkan bahkan tanpa mengantongi surat tugas sekalipun. Preseden buruk pastinya bagi dunia pendidikan. 

Sekali saja meninggalkan kelas, berapa banyak hak murid yang terampas. Tentu perampasan hak anak ini melanggar slogan pendidikan yang memerdekakan yang selama digaungkan guru penggerak. Kondisi yang sangat kontradiktif tentunya. Di satu sisi belajar agar mampu membawa pendidikan ke arah yang lebih baik. Namun, di sisi lain justru pelan-pelan menjadi perusak dari dalam. Sebuah perilaku yang harus segera diubah agar nyala pamor guru penggerak tetap terjaga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun