…Merasa Terpaksa. Sederhana, mudah, dan dahsyat. Senyum itu sederhana, tapi berdampak dahsyat. Senyum itu kecil, tapi bermakna raksasa. Senyum itu mudah, tapi sangat berharga. Karenanya, Mari tersenyum Nikmati keajaiban-keajaiban yang ditimbulkan setelahnya Tersenyum, amat mudah untuk dilakukan. Membutuhkan tidak lebih sedetik untuk merubah dari bibir biasa menjadi senyum. Dan butuh sekitar tujuh detik agar bisa bertahan dan senyum hingga tampak sebagai cermin ketulusan hati. Kenapa hal yang mudah dilakukan ini jarang kelihatan? Orang-orang dengan wajah kusam banyak menghiasi tempat kerja, fasilitas umum, mal, dan taman. Bahkan rumah kita sendiri yang seharusnya menjadi tempat yang dipenuhi senyum malah tampak buram. Lipatan-lipatan yang membentuk sudut di wajah mereka memperlihatkan beratnya beban yang mesti ditanggung. Banyak muka yang cemberut di antara matanya. Angker dan menyeramkan. Kenapa senyum menghilang dari tampilan mereka. Entah kenapa senyum dan juga tawa yang mengiringi wajah-wajah itu sejak kecil kini hilang. Dan bahkan wajah-wajah dewasa makin banyak kehilangan senyum tulus. Tak ketinggalan wajah-wajah remajanya, kini ikut-ikutan ketularan berwajah masam tanda menanggung banyak derita. Senyum adalah anugerah terindah yang diberikan Allah kepada manusia. Senyum diberikan oleh Allah agar manusia terlihat lebih indah. Namun sayangnya anugerah terindah ini mulai sulit ditemui pada banyak wajah manusia. Padahal dunia akan jauh lebih indah bila manusia mampu memanfaatkannya. Kehidupan manusia pun akan lebih tenteram bila kita menemui banyak senyum di sekitar kita.Lebih-lebih bila senyum itu berasal dari wajah kita sendiri. Bukankah sangat enak bila kita mendapat senyum? Dan bukankah jauh lebih enak bila senyum berasal dari wajah kita? Nabi Muhammad telah memelopori pentingnya senyuman agar memberikan rasa nyaman kepada orang lain. Rasulullah pernah memotivasi para sahabatnya tentang makna senyuman itu. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh HR. Muslim, Rasulullah berpesan: “Janganlah kalian menganggap remeh kebaikan itu, walaupun itu hanya bermuka cerah pada orang lain,”. Senyum yang sederhana, mudah, dan gratis itu ternyata menyimpan banyak keajaiban. Bentuknya macam-macam. Ada kemudahan, kesehatan, kekayaan, kebaikan, solusi dan sebagainya. Sebagaimana diingatkan Allah dalam Al Quran: Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, tentu diadakan-Nya jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari “pintu” yang tak diduga-duga olehnya. Barang siapa yang bertawakal kepada Allah, maka Tuhan Allah akan mencukupkan kebutuhannya. Bahkan sesungguhnya Allah pelaksana semua peraturan-Nya. Dan Allah juga telah menjadikan segala-galanya serba beraturan. (Ath Tholaq ayat 2-3) Memang senyum – garis lengkung kecil tapi mampu meluruskan banyak hal – adalah hal yang luar biasa. Ia seperti hujan di tengah kemarau panjang. Ia seperti setetes darah bagi si sakit yang membutuhkan. Ia seperti udara bagi yang tercekik. Ia seperti mangga asam bagi ibu yang sedang ngidam. Ia seperti pinjaman uang bagi yang sedang membutuhkan. Senyum pada hakikatnya adalah kebutuhan manusia. Siapa yang senang tersenyum membuat jiwa, perasaan, pikiran dan fisiknya terpenuhi kebutuhannya. Bila manusia tidak senang tersenyum, ada luka di jiwa, rasa dan pikirnya. Bagi jiwa yang terluka membuat hidup dipenuhi kegelisahan. Bagi perasaan yang terluka membuat hidup jadi tak tenang. Bagi pikiran yang terluka membuat hidup penuh beban. Walau tak ada aturan yang baku, rasanya sepakat bahwa senyum itu harus berarti satu, artinya senyum haruslah bertujuan untuk menyatukan hati. Baik hati yang memberi dan menerima senyum. Dengan begitu, senyum itu berperan sebagai pengikat dan jembatan antara satu diri dengan diri yang lain. Karena sesungguhnya senyum adalah jarak yang terdekat antara dua manusia. Jika kita memaksakan diri untuk tersenyum, maka sesungguhnya kita pun merasa tersenyum. Singkatnya, suasana hati kita akan mengiringi postur tubuh dan yang lebih penting lagi, orang di sekeliling kita cenderung merasa apa yang sedang kita rasakan. Suasana hati seperti itu sangat menular.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H