[caption id="attachment_83526" align="alignleft" width="212" caption="Gerakan Minum dari Kran, Bisakah?"][/caption] Mengawali tulisan ini, saya langsung teringat sebuah peristiwa ketika saya datang pertama kali di Amerika. Saat itu, pesawat mendarat di Bandara Buffalo NY pukul 00.05. Di tempat baru tersebut, tak ada seorang pun yang saya kenal. Saya tidak sempat mencari tahu tentang ada tidaknya orang Indonesia di kota itu. Keberangkatan saya ke Amerika termasuk mendadak akibat visa yang sempat terpending. Otomatis, tak ada seorang pun yang menjemput, apalagi hari sudah sangat larut. Beruntung saya sudah dibekali tiket taksi gratis oleh pihak sponsor beasiswa. Kata mereka, saya tinggal menunjukkan tiket itu ke sopir taksi. Awalnya saya agak bingung karena saya tidak tahu harus naik taksi apa dan di mana tempat mereka berada. Berbekal arahan dari seorang kenalan di pesawat, saya menuju sebuah tempat parkir di sekitar bandara. Seorang sopir yang saat itu sedang berdiri dekat mobilnya nampak paham dengan kondisi saya dan ia pun langsung mengantar saya ke penginapan. Lokasi asrama itu cukup jauh dari bandara dan berada di tengah-tengah kampus yang sangat luas, SUNY Buffalo. Saat memasuki kamar, saya merasa kelelahan. Maklum, saya sudah letih melakukan perjalanan non-stop dari Jakarta selama 30 jam. Saya langsung rebahan di tempat tidur meski kedua mata ini tak bisa terpejam. Jam badan saya memberi sinyal bahwa saat itu biasanya saya sedang bekerja. Pukul 1 malam di Buffalo sama dengan pukul 1 siang di Indonesia. Alhasil, saya tidak bisa tidur hingga pagi. Nah, satu masalah yang langsung menyapa saya adalah bahwa saya mulai haus. Kalau lapar mungkin bisa saya tahan, tetapi kalau dahaga, kemana saya mencari air minum? Saya ingat bahwa di lobi asrama ada mesin penjual minuman otomatis yang dikenal dengan vending machine. Saya langsung menuju mesin itu tetapi sayangnya saya tidak bisa melakukan transaksi. Gimana ya caranya? Hahaha... lucu sekali rasanya ingat peristiwa itu. Beberapa kali saya masukkan beberapa lembar uang tetapi tetap saja tidak ada respon. Saya akhirnya harus pasrah dan kembali ke kamar dengan gontai. Sambil menunggu matahari terbit, saya membaca beberapa brosur yang berada di meja. Beberapa leaflet yang diberi oleh petugas piket yang memberi kunci kamar tadi tak urung menjadi penghibur saya. Dengan sedikit kaget, saya membaca satu informasi di sebuah sudut brosur bahwa air minum di Amerika dapat langsung diminum dari kran. Hah, yang bener? Setelah beberapa saat berpikir, saya memutuskan untuk menuju kran yang berada di kamar mandi. Rasanya aneh sekali kalau saya menenggak air tanpa dimasak terlebih dahulu. Di Indonesia, saya selalu memastikan bahwa air yang saya minum sudah dididihkan. Tetapi karena terpaksa, saya pun minum beberapa teguk. Wah, segarnya...dan nggak pingsan kok. hehe Keesokan harinya saya menemui pihak kampus untuk melaporkan kedatangan saya. Sambil konsultasi tentang hal-hal yang berkaitan akademik, saya menyelipkan satu pertanyaan tentang keamanan air minum di Amerika. Dengan senyum, sang petugas itu mengatakan bahwa air kran di sini aman untuk dikonsumsi. Jadi, saya tidak perlu ragu untuk meminumnya. Wow, saya senang sekali! Dengan begitu, saya tidak khawatir kehausan lagi, meski di kamar tidak ada kompor untuk memasaknya. Saya juga tidak harus merogoh kocek untuk membeli air minum kemasan yang harganya sangat mahal. Kini, walau saya sudah mengkonsumsi air kran selama berbulan-bulan, alhamdulillah, saya tidak pernah sakit perut. Sebagian kawan yang masih ragu lebih memilih beli air kemasan. Menurut mereka, kadar kaporit dalam air itu menyebabkan bau khas yang membuatnya neg. Tapi saya kok tidak, ya? Perut orang kampung ternyata ada gunanya. hehe. Satu hal yang penting bagi saya adalah bahwa untuk kebutuhan air minum, saya tidak harus bersusah payah. Di berbagai tempat umum pun, saya sering menjumpai kran-kran khusus yang memang disediakan untuk minum secara gratis. Wah, andaisaja hal ini terjadi di Indonesia, saya tidak perlu harus masak air untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan, sambil mandi pun saya bisa minum. Jadi ingat waktu kecil dulu, saya suka main di kolam mata air jernih di kampung sebelah. Begitu pula saat bepergian, saya tinggal menuju kran-kran umum yang tersebar di mana-mana. Tapi, kira-kira kapan, ya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H