Plong.......! Begitu rasa hatiku setelah berhasil mengunggah borang akreditasi program studi Hukum Keluarga secara online. Perjuangan berat selama setahun berakhir sudah. Penyesuaian diri dengan sistem baru akreditasi BAN-PT yang melelahkan akhirnya mencapai garis finis. Alhamdulillah... tim solid telah berhasil mencapai target utamanya.
Awalnya, saya pikir pengajuan akreditasi program studi, apalagi untuk yang kedua atau ketiga kalinya, tidaklah terlalu sulit. Draft yang pernah dibuat tinggal diotak-atik sedikit lalu dikirim. Ternyata tidak! Dulu, saat masih bersifat manual, pengisian borang akreditasi bisa "bondo ngarang" atau copy-paste. Data dan informasi bisa dibuat seindah mungkin walau tak sebagus kenyataannya.Â
Modifikasi ini tentu saja mengandung resiko saat proses visitasi. Namun, saat ini, ada tantangan baru berupa informasi online dan cek plagiasi. Informasi online maksudnya data-data program studi yang sudah terekam dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD-Dikti) Â harus sama dengan data di dalam borang. Jika ada ketidaksesuaian antara borang prodi dan data online, misalnya jumlah mahasiswa atau nama dosen, maka siap-siap borang dikembalikan atau nilai akreditasinya jeblok.Â
Juga, data dalam borang harus bebas dari pencontekan atau copy-paste dari program studi lain. Oleh sebab itu, saya ingin berbagi tips penyelesaian borang akreditasi di era SAPTO (Sistem Akreditasi Perguruan Tinggi Online) yang baru berlaku setahun ini.
Pertama, hal yang harus tuntas dilakukan adalah pengisian data kuantitatif dalam borang excel. Data ini penting dilengkapi terlebih dahulu sebagai bahan awal penulisan deskripsi borang prodi maupun borang institusi. Mengapa tidak deskripsi dulu baru data kuantitatif? Sebenarnya bisa saja, namun berdasarkan pengalaman, penulisan deskripsi lebih awal biasanya akan mengalami berkali-kali perubahan ketika data kuantitatifnya belum tuntas. Apalagi, borang yang mudah dinilai pertama kali  adalah data kuantitatifnya.Â
Oleh sebab itu, data excel harus tuntas lebih dahulu, lalu data dikunci, kemudian data deskripsi menyesuaikan dengan data kuantitatifnya. Hal ini akan memudahkan proses penggambaran sesungguhnya kondisi prodi dan institusi kita.
Kedua, karantina tim untuk penyelesaian borang. Karantina adalah masa penulisan deskripsi borang yang dilakukan tim kerja tiap standar. Sampai bulan Juli ini, bab/standar yang digunakan masih 7 standar dan direncanakan akhir tahun ini akan berubah menjadi 9 standar. Ketujuh standar itu adalah Visi, misi, tujuan dan sasaran, serta strategi pencapaian; Tata pamong, kepemimpinan, sistem pengelolaan, dan penjaminan mutu; Mahasiswa dan lulusan; Sumber daya manusia; Kurikulum, pembelajaran, dan suasana akademik; Pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sistem informasi; dan Penelitian, pelayanan/pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama. Tentunya, pengisian borang ini membutuhkan berkali-kali karantina karena tahap-tahap yang dilakukan tidak bisa sekali jadi. Draft pun dibuat dengan beberapa kali revisi. Pembacaan draft bisa dilakukan dengan ekspos data menggunakan LCD atau diberikan ke beberapa pihak untuk dibaca dan diberi masukan.
Ketiga adalah sinkronisasi isi borang. Berhubung banyaknya tim yang tergabung dalam penulisan borang, Â maka perlu dilakukan tahap sinkronisasi isi borang. Ada beberapa data yang tersebar dan beberapa kali muncul di sejumlah standar, misalnya jumlah dosen dan mahasiswa, Â harus dipastikan konsisten dari awal sampai akhir. Oleh sebab itu, tim penyelaras harus jeli memperhatikan hal-hal kecil namun sangat menentukan nilai akreditasi.
Keempat, simulasi penilaian oleh tim Lembaga Jaminan Mutu (LPM). Pelibatan tim dari Lembaga Jaminan Mutu sangat vital karena mereka biasa menilai kualitas borang prodi maupun institusi.Â
Pengalaman saya, justru tim LPM ini yang bisa jadi mempercepat penyempurnaan isi borang. Memang, terkadang kritik tajam mereka dengan informasi teraktual membuat kita kehilangan semangat menyelesaikan borang. Misalnya, data kita dalam borang harus sama dengan data online. Biasanya, kita menulis borang dengan cara menggunakan data manual yang kita punya atau membuat deskripsi yang terlalu berlebihan.Â
Dengan kontrol LPM, data kita harus benar-benar sinkron dengan data online. Kasus di prodi saya yang sangat berat penyelesaiannya adalah kasus data dosen di PD Dikti berbeda dengan data borang. Daftar nama dosen dan kualifikasi dosen belum diperbaiki sehingga jika tetap seperti itu maka nilai akreditasi tidak bisa maksimal.Â