Beberapa hari terakhir ini, saya dan kawan-kawan di kampus UIN Maliki Malang merasakan kesedihan mendalam. Hal ini disebabkan oleh adanya kabar penetapan pahlawan kami, Prof Imam Suprayogo, sebagai tersangka kasus pembelian tanah di Tlekung, Batu. Berita ini sungguh menyentak hati sekaligus membuat kami prihatin. Mengapa orang sebaik Prof Imam harus mendapat ujian ini? Sungguh, perjuangan selalu memerlukan pengorbanan yang tak terhingga, bahkan terkadang jiwa pun harus siap berpisah demi menegakkan kebenaran.
Prof Imam adalah sosok pahlawan bagi saya. Beliau telah meletakkan sendi-sendi pendidikan Islami yang maju dan berwibawa. UIN Malang sebagai laboratorium beliau telah menunjukkan hasil yang mencengangkan. Kampus yang dahulu sederhana dan tak diperhitungkan kini telah menjelma sebagai kampus elit yang disegani. Kampus yang dahulu sering dijuluki kampus “SD Impres” karena bangunannya yang tergolong biasa sekarang telah menjadi kampus dengan gedung megah menjulang. Sungguh, kebanggaan itu tidak hanya bagi kami yang bekerja di dalamnya namun telah menyebar ke seantero negeri sebagai kampus Islam representatif yang layak dipersandingkan dengan kampus-kampus unggulan. Prestasi UIN Maliki Malang sebagai kampus terakreditasi A, BLU terbaik, dan kampus PTAI No 1 versi webomatrik menunjukkan bahwa UIN Malang bukan sembarang kampus.
Saya memiliki banyak kenangan bersama beliau. Salah satu teladan yang beliau torehkan adalah semangat berjuang tanpa kenal lelah dan tanpa pamrih. Beliau tidak pernah memikirkan tentang keuntungan yang akan diterima tetapi justru apa yang bisa diberikan untuk pengembangan kampus. Suatu hari beliau memanggil saya ke ruang kerjanya. Saya sempat khawatir jangan-jangan ada tindakan saya yang kurang tepat. Ternyata, sesampai di ruangnya, beliau tersenyum sambil menyerahkan sejumlah uang yang harus disalurkan untuk kaum dhuafa melalui eL-Zawa, lembaga zakat kampus. Beliau selalu memberikan seluruh tunjangan rektornya kepada eL-Zawa untuk digunakan sebagai dana pengembangan masyarakat secara produktif. Pengalaman ini tentu mengukuhkan bahwa beliau tidak terlalu peduli dengan penghasilan yang seharusnya beliau terima. Kebiasaan beliau semacam ini sudah mentradisi sejak dahulu sebelum kampus UIN Malang maju. Kini “sunnah” beliau telah ditiru oleh rektor UIN Malang sekarang prof Mudji yang merelakan zakatnya langsung dipotongkan dari gaji.
Di saat beliau diuji dengan tuduhan korupsi, saya adalah salah satu orang yang tidak percaya kalau beliau terlibat dalam kasus tersebut. Mark up harga tanah yang dilakukan oleh mitra pembebasan tanah tidak memberikan keuntungan sedikit pun bagi beliau. Beliau sering menyatakan bahwa tak sepeser pun dana jual beli tanah itu mengalir ke rekeningnya. Beliau saat itu lebih fokus untuk mencari dana pembangunan kampus III, bukan pada pembebasan lahan yang memang sudah diserahkan teknisnya kepada timnya. Kesalahan prosedur dan korupsi yang dilakukan oleh makelar tanah seharusnya tidak disangkutpautkan kepada beliau yang saat itu sebagai rektor.
Akhirnya, saya sangat percaya, kebenaran pasti akan terungkap. Kalau pahlawan kami dizalimi, sungguh kami akan membela sekuat tenaga. Kami juga sangat yakin, Allah SWT yang Maha Adil akan memberikan bantuan terbaik untuk menyelamatkan hamba yang dicintai umat di saat yang tepat dengan cara-Nya sendiri tanpa perlu bantuan siapa pun. Semoga ujian beliau segera berakhir dengan manis. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H