Halo sobat! Kali ini aku ingin bercerita tentang pengalaman
unikku di bulan ramadhan ini. Sebenarnya, tidak ada yang istimewa namun bagiku
ada beberapa kegiatan yang cukup menyita konsentrasiku.
Pertama, aku punya tugas untuk untuk mendampingi mahasiswa
dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat berbasis masjid. Lokasi binaan
tahun ini adalah wilayah kecamatan Sumberpucung Malang yang berjarak 30 km dari
kampus. Kali ini masjid yang menjadi basecamp mahasiswa adalah masjid Baitunnur
dan masjid Barakatul Qur’an. Dua masjid ini belum pernah aku kunjungi
sebelumnya meski dulu pernah ditempati mahasiswa untuk kegiatan serupa. Masalah
pertama yang harus kuselesaikan adalah adanya penolakan dari pihak takmir masjid
Baitunnur karena mereka kecewa dengan pengabdian mahasiswa tahun lalu. Wah,
ilmu mediasi harus segera kuterapkan nih… Aku langsung bertandang ke rumah
takmir seminggu sebelum mahasiswa turun. Aku harus menjelaskan duduk perkaranya
sehingga mahasiswa tahun ini tidak serta merta menanggung sikap negatif yang
disebarkan kakak tingkatnya. Awalnya diskusi cukup alot karena pihak takmir
tersinggung dengan sikap mahasiswa ditambah lagi keluhan pemilik kos yang
kecewa dengan mahasiswa. Namun akhirnya, diperoleh kesepakatan bahwa takmir
akan mau menerima jika mahasiswa berjanji akan berbuat baik selama di
masyarakat dan mahasiswa harus mau menyerahkan laporan pengabdian masyarakat
tahun lalu. Rupanya pihak takmir merasa dibohongi oleh mahasiswa tahun kemarin
dan sakit hati dengan sikap-sikap mahasiswa yang kurang menghargai kearifan
lokal. Akhirnya, aku bernegosiasi dengan pihak penyelenggara untuk menyiapkan
laporan kegiatan tahun lalu. Alhamdulillah, setelah semua permintaan dipenuhi,
kegiatan pengabdian di masyarakat sekitar masjid Baitunnur dapat terlaksana. Â Â Â
Kedua, ada pengalaman unik seperti pejabat untuk meletakkan
batu pertama pembangunan wisata religi di sekitar masjid Barakatul Qur’an. Untuk
masjid kedua ini aku lebih tertantang karena mahasiswa bimbinganku diminta oleh
pengurus masjid untuk menginisiasi pembangunan situs wisata religi pertama di
Sumberpucung. Tentunya, masalah utama yang harus dipecahkan adalah pendanaan.
Akhirnya, mahasiswa pun bersibuk ria untuk menyebar proposal demi mengumpulkan
dana pembangunan makam pendiri masjid sekaligus pesantren Barakatul Qur’an. Alhamdulillah,
berkat bantuan segenap pihak termasuk peran besar ahli waris, peletakan batu
pertama pembangunan tempat wisata religi itu sukses dilaksanakan pada 17 Juli
lalu. Selain diberi kesempatan untuk meletakkan batu pertama bersama sejumlah
tokoh, aku didapuk sebagai ‘kiyai’ dadakan untuk memberikan maudhah hasanah jelang
buka puasa sekitar 30 menit. Waw, sungguh pengalaman yang tak terlupakan…
Terakhir, pengalaman unik lain yang kukenyam di ramadhan
kali ini adalah jadwal tarawih dan ceramah subuh di masjid besar. Di desa
tempatku tinggal telah dibangun masjid besar dan gagah. Selama ini, aku jarang
ke masjid itu kecuali sesekali shalat jumat karena aku lebih fokus mengurus
mushalla dekat rumahku. Di bulan ramadhan, jadwalku biasanya cukup padat untuk
kegiatan mushalla. Nah, mungkin karena dianggap sudah bisa aktif di mushalla,
kini aku diberi jadwal untuk mengisi pengajian subuh di masjid besar. Aku agak
sedikit canggung karena di desaku telah terkumpul para kiyai dan ustad yang
bermukim di sekitar pondok pesantren. Aku merasa belum pantas untuk duduk
sederet dengan mereka. Namun, dengan terpaksa, aku harus berani mengemban
amanat tersebut dengan sebaik-baiknya. Alhamdulillah, semua bisa berjalan
lancar, setidaknya tidak mengecewakanlah. Terakhir, ada kejutan yang sempat membuatku
geleng-geleng kepala. Di salah satu kesempatan pengajian subuh, aku dipanggil
oleh ketua takmir. Aku diminta untuk menjadi imam dan khatib shalat idul fitri
tahun ini di masjid besar itu. Â Benarkah?
Aku terkejut mendengarnya. Selama ini yang aku tahu, petugas shalat id biasanya
berasal dari luar daerah bahkan luar kota yang berlatar belakang kiayi besar
atau ustad ternama. Lho kok aku? Ini pasti ada yang salah nih… tapi, untungnya
aku punya jawaban jitu, bahwa aku tidak bisa memenuhi harapan ketua takmir
karena aku sudah beli tiket mudik ke Jakarta dan berlebaran di sana. Nah,
hatiku lega meskipun aku tahu alasan ini membuat takmir kecewa. Untuk mengobati
kekecewaan itu, aku berjanji untuk siap diberi tugas di shalat idul adha nanti atau
idul fitri tahun depan. Wah, aku harus siap-siap nih…
Demikian, sekelumit ceritaku sebagai pengobat rindu mengisi
blog ini…
Selamat menantikan Idul Fitri…Mohon maaf lahir batin…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H