Mohon tunggu...
Sudirman Asun
Sudirman Asun Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.\r\n\r\n(Pasal 66 UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)\r\nhttp://sudirmanasun.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature

Salak Condet, Maskot Yang Bertahan di Benteng Terakhir Bantaran Ciliwung Condet

28 April 2011   09:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:18 1687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_164542" align="alignnone" width="450" caption="Maskot Jakarta (Foto promolagi.com)"][/caption] Apakah anda warga Jakarta, jika iya tahukah anda asal-usul maskot kota Jakarta? Dari 9,5 juta penduduk Jakarta, saya yakin hanya sebagiaan kecil saja yang mengenal maskot Jakarta yaitu Elang Bondol yang berpasangan dengan Salak Condet . Loch kok buah Salak..?, emangnya Jakarta punya lahan Salak...? Itulah yang terpikir saya ketika sering melihat maskot ini berdiri gagah di tugu perbatasan wilayah Jakarta, maupun yang tercetak pada bus Trans Jakarta. Tapi setelah bermain di Ciliwung dan bertemu dengan sosok bang Kodir Condet, barulah saya mengerti sedikit cerita maskot salak tersebut. Taman Keaneka ragaman Hayati Sungai Ciliwung Condet Many Species, One Planet, One Future Hijau dan asri, itulah yg pertama kita rasakan ketika kita berkunjung ke tempat Komunitas Ciliwung Condet, selain slogan diatas yg ditulis diatas foto besar daerah tersebut hancur luluh lantak ketika banjir besar siklus 5 tahunan. Hamparan kebun salak salak Condet berhimpit dengan rimbunan aneka ragam tanaman keras, mulai dari pohon Pucung, Duku, Nangka, Rambutan, Melinjo dan tanaman lokal lainnya. Salak Condet berasa manis dengan sedikit nuansa asam. Daging buah yang agak besar memberi cita rasa tersendiri dibandingkan salak Pondoh ataupun salak Bali. Buah yang sudah tua biasanya akan menjadi lebih masir. Masir itu suatu keadaan ketika daging buah salak lebih lengket pada bijinya. Pada kondisi ini salak terasa lebih manis. Duku adalah salah satu buah yang menjadi maskot Condet di samping salak. Pesaing duku Condet adalah duku Palembang. Duku Condet punya rasa lebih manis dibandingkan duku Palembang. Tak heran bila banyak orang menyukai duku Condet. Kawasan Condet aslinya merupakan kawasan Cagar Budaya mencakup lahan seluas 18.228 hektar yang meliputi Kelurahan Batu Ampar, Kelurahan Bale Kambang, dan Kelurahan Kampung Tengah, oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin sejak tahun 1976 dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Nomor D.IV-115/E/3/1974. Sementara untuk melindungi buah-buahan duku dan salak yang khas Condet dikeluarkan Keputusan Nomor D.1-70903/a/30/1975. Penetapan Condet sebagai cagar budaya bertujuan untuk: a. mempertahankan dan memulihkan keaslian lingkungan dan bangunan yang mengandung nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan b. melindungi dan memelihara lingkungan dan bangunan cagar budaya dan kemusnahan baik karena tindakan manusia maupun proses alam c. mewujudkan lingkungan dan bangunan cagar budaya sebagai kekayaan budaya untuk dikelola, dikembangkan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebesar-besarnya untuk kepentingan pembangunan dan citra positif kota Jakarta , sebagai Ibukota Negara, Kota Jasa dan tujuan wisata. Namun  Cagar Budaya Kawasan Condet juga bernasib sama seperti  Cagar-Cagar Budaya lainnya di Jakarta seperti Kawasan Kota Tua, Kawasan Kepulauan Seribu, maupun tempat lainya. Merana dan tidak terurus, status Cagar Budaya yang seharusnya bermanfaat bagi warga Condet berakhir seperti sebuah kutukan, karena warga selalu mendapatkan kesulitan dalam perizinan membangun wilayahnya. Kini daerah konservasi tersebut hanya tinggal tersisa 20% yang dapat bertahan, dan terdesak habis hampir ke ujung bantaran sungai Ciliwung. Dalam perbincangan itu Bang Kodir menuturkan kondisi lingkungan bantaran sungai Condet dengan komunitas2 masyarakat seperti Kelompok Tani BalaiKambang dan kendala-kendala yg mereka hadapi seraya dengan perkembangan jaman dan laju pertumbuhan penduduk yg signifikan. Selain perubahan ahli fungsi lahan menjadi pemukiman padat, kendala ekonomi juga kerap menjadi ganjaran bagi mereka, belum lagi pengakuaan administrasi dan kepastiaan hukum atas pengelolaan bantaran sungai yg carut marut dari PEMDA harus mereka hadapi. Dalam bantaran sungai di sepanjang Condet, Komunitas ini dengan teman-teman dari Komunitas Ciliwung lainnya telah berhasil merehabilitasi hampir sepanjang 10 km mulai dari TB Simatupang- Kalibata dengan menanam kembali bantaran yg pernah tersapu bersih banjir besar siklus 5 tahunan. Bang Kodir juga berharap banyak adanya bantuaan dari badan riset tertentu dengan sentuhan teknologi dan penelitian bisa mengembangbiakan perbanyak varietas unggul salak Condet yg menjadi maskot dari kota Jakarta. Program terkini yang akan mulai dirintis oleh komunitas Ciliwung Condet adalah menjadikan kawasan bantaran sungai Ciliwung menjadi alternatif wisata rakyat yang murah meriah seperti outbond, wisata kuliner dan budaya Betawi, maupun duduk-duduk santai di kerimbunan kebun dan sungai Ciliwung Condet yang kembali rindang. Berharap Salak Condet dan Duku Condet kembali dikenal dan dinikmati oleh banyak orang. Semoga Salak Condet dan Duku Condet tidak punah di tanahnya sendiri di kota Jakarta, semoga generasi mendatang tidak hanya bisa melihat Salak Condet berupa patung batu yang sedih tidak berbicara, semoga...! [caption id="" align="aligncenter" width="450" caption="Maskot Jakarta (Foto promolagi.com)"]

[/caption]

[caption id="" align="aligncenter" width="540" caption="Salak Condet (Foto koleksi Komunitas Ciliwung Condet)"][/caption]

[caption id="" align="aligncenter" width="540" caption="Duku condet (Foto Koleksi Komunitas Ciliwung Condet)"][/caption]

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Keaneka ragaman hayati Ciliwung Condet (Foto: Sudirman Asun)"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun