1. Sampai saat ini, kondisi covid-19 yang belum berakhir, dan belum bisa dipastikan kapan berakhirnya. Bahkan kalo kita melihat kurvanya masih terus bergerak naik dari hari ke hari. Jumlah yang terpapar covid-19 sudah mencapai 14749 orang dan yang meninggal 1007 orang. Â (per 13 Mei 2020) menjadi 15438 orang yang terpapar dan 1028 yang meninggal (per 14 mei 2020). Per 17 Mei 2020 sudah 17025 yang terpapar dengan 1089 orang yang meninggal. Dan per 27 Mei 2020 sudah 23851 yang terpapar dan 1473 yang meninggal dunia. Sekarang per 29 Mei 2020 ada 24538 yang terpapar dan 1496 yang meninggal. Pertanyaannya, dengan kondisi demikian apakah sudah pas kita memberlakukakan New Normal dalam perhelatan Pilkada?
2. Penyelenggaraan pilkada yang sehat dan ‘free and fair election’. Dengan mengedepankan aspek penguatan demokrasi yang sehat juga terhindar dari ujaran kebencian, SARA, perpecahan, HOAX.
3. Kualitas Pilkada :
(1)Aspek Kualitas Penyelenggaraan : PEMILIHAN BUKAN HANYA PEMUNGUTAN SUARA SEMATA, TAPI MENJADI SATU KESATUAN ELECTORAL PROCESS (ada tahapan persiapan dan pelaksanaan). Oleh karena itu tantangannya pada kepastian aturan/hukum, tahapan yang berubah, pemutakhiran daftar pemilih, pencalonan (termasuk perseorangan), logistik yang habis pakai, kampanye dan pemungutan penghitungan suara serta rekapitulasi, anggaran pilkada akibat covid-19 ini.Â
 (2) Aspek Kualitas Penyelenggara Pemilu : INTEGRITAS, PROFESIONALISME, KEMANDIRIAN dan TATA KELOLA  Penyelenggara dan kesiapan penyelenggara dengan aturan, SOP dan protokol kerjanya yang menyangkut PROSES dan HASIL Pemilu. Dan yang pasti penyelenggara juga harus terlindungi dan ada jaminan keselamatannya. (3)Aspek Kualitas Peserta Pemilu : Mekanisme rekruitmen pasangan calon yang terbuka dan kesiapan mengikuti kontestasi serta integritas peserta pemilu.
(4)Aspek Kualitas Pemilih : tingkat partisipasi pemilih dan antusiasme pemilih dalam pilkada. Dalam hal ini trend golput bisa jadi semakin meningkat serta keselamatan pemilih dan ketidaksetaraan akses pada informasi.
4. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam penyelenggaraan pemilu, untuk menunjang penyelenggaraan pemilu yang transparan, akuntabel, inovatif dan dipercaya publik, sebagai alternatif supporting system. Â
5. Munculnya ‘abuse of power’ pengelolaan bantuan sosial kemanusian (politisasi bansos) untuk penanganan covid-19 ini oleh oknum kepala daerah yang maju sebagai petahana, oknum para calon kepala daerah, oknum ASN, kampanye terselubung serta Politik biaya tinggi.
Dengan beberapa catatan tantangan yang sy sampaikan di atas, ke depannya Penyelenggara Pemilu betul-betul harus jadikan KESELAMATAN dan KESEHATAN PUBLIK (termasuk penyelenggara sendiri) sebagai PERTIMBANGAN UTAMA. Dengan tetap memperhatikan aspek demokrasi, yaitu partisipasi publik yang luas, kontestasi yang sehat, inklusifitas, kesetaraan dan akuntabilitas. Dan secara aturan, jika KPU ingin merubah satu proses teknis kepemiluan, pastikan tidak bertentangan dgn UU.
Sehingga perlunya menegaskan beberapa hal secara teknikalitas, misalnya bagi KPU, sejauh mana regulasi yg disiapkan, regulasi atau aturan apa saja yg sdh siap selain regulasi tahapan?, bgmn rasionalisasi dan penambahan ANGGARAN pilkada di daerah?, sejauhmana SOP dan bimtek yg didukung protokol covid? serta bagaimana desiminasi dan sosialisasi yg dilakukan sehingga sampai kepada masyarakat luas? serta bagaimana pemanfaatan teknologi di masa ini? Bagi Bawaslu misalnya, sejauhmana mekanisme nantinya pengawasan di pandemi ini? Indeks kerawanan apa yg bakal meningkat atau landai? Bagaimana SOP dan bimtek pengawasan, termasuk pelibatan publik? dan bagi DKPP sebagai penjaga kehormatan penyelenggara, bagaimana seharusnya menjelaskan rambu2/warning terkait potensi yang akan melanggar integritas pilkada di masa pandemi oleh penyelenggara yg dilakukan sampai tingkat bawah.. dan lainnya.
Semoga pelaksanaan Pilkada serentak yang persetujuan para pihak dilaksanakan pada Desember 2020 bukan karena merupakan salah satu agenda pemulihan ekonomi dgn menerapkan new normal semata ? atau ingin bilang pada dunia kalo Indonesia sanggup menjalankan agenda demokrasi? ataukah terkait soal masa jabatan kepala daerah ? atau bukan karena adanya desakan pihak-pihak tertentu ? Tetapi pelaksanaan pilkada murni semata-mata untuk menghasilkan pemimpin yang berkualitas dengan pelibatan masyarakat yang luas dan sehat serta penyelenggaraan yang berkepastian hukum dan memperhatikan aspek kualitas penyelenggaraan Pilkada.
Sholikul hadi : pengamat Sosial Politik , tinggal di Pati
Sarjana Filsafat , Fakultas  Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga 1991
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H